Pages

Sunday, December 13, 2020

Supply Chain and VCOR Modeling

Pemodelan Rantai Pasokan dan Rantai Nilai Kerangka umum pertama untuk SCM, Model Referensi Rantai Suplai (SCOR) dikembangkan oleh Supply Chain Council (SCOR, 2005); model bersifat umum, mendefinisikan proses standar rantai pasokan dan menetapkannya terminologi standar dalam istilah yang cukup luas. SCOR menjangkau pelanggan dan pasar interaksi dan transaksi material fisik. 

Model ini juga bisa membantu pabrikan untuk melakukan benchmarking terhadap mapan lainnya perusahaan, untuk itu model mengusulkan beberapa praktik terbaik dan Kunci Indikator Kinerja (KPI). Model SCOR telah dikembangkan untuk mendeskripsikan aktivitas bisnis yang terkait dengan semua tahapan kepuasan permintaan pelanggan; itu terdiri dari proses rencana, sumber, pembuatan dan pengiriman elemen (level 1 model) yang berputar di sekitar rantai pasokan.

Asumsi utama dari model ini adalah dengan mengintegrasikan elemen-elemen proses di sepanjang rantai pasokan, perusahaan harus menjadi lebih kompetitif. Tetapi fungsi pendukung seperti administrasi, R&D, dan layanan pelanggan tidak termasuk (Bolstorff dan Rosenbaum, 2003).

Saat ini manufaktur di Eropa sedang mengalami perubahan besar. Peningkatan produktivitas telah memusatkan perhatian pada pendekatan untuk pencapaian keunggulan kompetitif melalui tindakan dan proses efisiensi optimasi. 

Selain itu, perusahaan-perusahaan Eropa telah menyadari bahwa jenis inisiatif pelengkap diperlukan untuk desain produk dan proses rekayasa. Faktanya, sangat diperlukan untuk menjaga pengetahuan yang lebih baik agar tetap kompetitif dan dapat menawarkan produk baru dan canggih ke pasar. 

Pengenalan konsep seperti PLM menjadi penting memperoleh klien baru dan segmen pasar baru, dan untuk mengadopsi konsep Nilai Manajemen Rantai di seluruh jaringan.

Pada akhir 2003 dan awal 2004 serangkaian pertemuan mencapai puncaknya pada pengembangan iterasi pertama Referensi Operasi Rantai Nilai (VCOR). Peserta dalam pertemuan ini berasal dari kumpulan global pakar pengetahuan proses bisnis yang banyak di antaranya bekerja untuk pengguna akhir besar, perusahaan konsultan atau perangkat lunak, organisasi nirlaba khusus domain, atau akademisi; mereka menciptakan Grup Rantai Nilai: VCG (Grup Rantai Nilai, 2005). 

Model VCOR mampu mencapai beberapa manfaat yang dirangkum oleh perusahaan sebagai berikut:

  • Pendekatan berbasis standar untuk menentukan kolaborasi penting antara mitra dagang.
  • Kesepakatan tentang tujuan siklus hidup produk dan bagaimana mencapainya.
  • Templat proses yang dapat digunakan kembali berdasarkan praktik terbaik.
  • Integrasi sistem manajemen informasi yang ada dan yang baru.
  • Respons cepat terhadap perubahan sambil mempertahankan dan memperluas nilai kinerja rantai.

Sumber :
https://arxiv.org/ftp/arxiv/papers/1811/1811.01683.pdf

Friday, December 11, 2020

Mengembangkan Operasi Sales & Operation Planning (S&OP)

3 Masalah dan Tips Tingkatkan Supply Chain Management Anda


Suatu bisnis khususnya bisnis yang bergerak di bidang logistik, supply chain management tentu memegang peranan penting dalam keberlangsungan bisnis yang dijalankannya. Dimana dengan manajemen yang baik, Anda dapat meningkatkan tingkat efisiensi, menekan ongkos, menaikan keuntungan bisnis Anda, dsb. 

Supply chain management adalah manajemen barang dan jasa yang mencakup semua proses pengolahan bahan baku menjadi barang akhir di sebuah perusahaan. Yang mana supply chain managementini pun telah menjadi suatu jaringan yang menghubungkan individu, organisasi, sumber daya, kegiatan, dan teknologi dalam pembuatan serta penjualan barang dan jasa. 

Masalah Supply Chain Management Adanya sebuah supply chain management kini telah membuat sebuah perusahaan lebih mudah dalam mengatur proses pengolahan produk. Namun sayangnya, di balik itu, ada beberapa masalah yang membuat supply chain management ini tidak dapat berjalan sesuai dengan kemauan kita. Lebih lanjut mengenai masalah-masalah yang terdapat disupply chain management. 

Berikut ini ragam masalahnya yang patut Anda ketahui: 

• Lemahnya Akuntabilitas 

Masalah pertama dalam supply chain management yakni lemahnya akuntabilitas. Sebagian pemilik perusahaan berpikir bahwa Chief Production Officer (CPO) bertanggung jawab atas gangguan supply chain. 

Umumnya urusan terkait gangguan supply chain tersebut tidak dapat ditangani oleh staf dari level operasional manapun termasuk pula yakni level pengadaan. Lemahnya akuntabilitas terkait siapa yang bertanggung jawab atas persoalan tersebut saat masalah yang timbul tidak seperti masalah yang terjadi sebelumnya menyebabkan kebingungan tentang siapa dan cara yang harus digunakan untuk memulihkan supply chain tersebut. 

Misalnya, baru-baru ini suatu perusahaan memutuskan hubungan kerja sama dengan mitra bisnisnya. Namun sayangnya, ketika sang mitra kerja mengetahui bahwa mereka telah kehilangan nilai sebesar 50 persen, maka mereka menyalahkan para supplier dan bukannya bertanggung jawab atas kesalahan yang telah terjadi 


• Tidak Mengembangkan Operasi Sales & Operation Planning (S&OP) 

Dalam sebuah perusahaan Sales & Operation Planning (S&OP) merupakan salah satu aspek penting dalam bisnis. Masalah ini pun timbul di suatu perusahaan karena beragam kegagalan antara lain kegagalan untuk mengikuti struktur proses yang layak, kegagalan pemimpin senior untuk terlibat dalam S&OP, kurangnya pemberdayaan diantara peserta S&OP, kurangnya teknologi yang digunakan untuk mendukung proses. Namun, seragaman kegagalan tersebut masih dapat diatasi. 

Apa caranya? Caranya yakni dengan berinvestasi pada sumber daya manusia dan teknologi agar demi meningkatkan operasi bisnis utamanya dalam bidang logistik 


• Tidak Tersedianya Layanan Customer Services 

Kepuasan customer tentu menjadi hal yang diinginkan oleh setiap perusahaan demi menjaga kelangsungan bisnisnya. Masalah terakhir yang disebabkan oleh salah pengelolaan pada supply chain management yakni tidak tersedianya layanan customer services. Memang, apa saja dampak yang ditimbulkan oleh tidak adanya layanan ini? 

Customer Anda tak punya lini komplain jika tidak puas terhadap layanan Anda, manajemen perusahaan Anda tak memiliki panduan untuk bertindak, dan buruknya keputusan yang diambil dapat menyebabkan pembengkakan biaya. Lalu, apa manfaatnya jika layanan ini ada di perusahaan Anda? 

Jika kebijakan customer services ini dikembangkan dan didiskusikan bersama seluruh petinggi perusahaan, maka tim logistik Anda akan mampu bereaksi secara cepat dalam menyelesaikan keluhan customer Image By soltius.co.id Tips Tingkatkan Supply Chain Management Anda pun tentu ingin agar urusan supply chain management dapat berjalan lancar dengan minim gangguan di setiap aktivitas bisnis Anda. 

Guna terhindar dari beragam masalah yang terdapat pada supply chain management, ada beberapa tips yang harus Anda ketahui saat Anda menerapkannya pada bisnis Anda. 


Tips-tips meningkatkan supply chain management yakni seperti berikut: 

• Otomasikan Order Anda 

Tips pertama untuk meningkatkan supply chain management di perusahaan Anda yakni berkaitan dengan tren teknologi terkini: otomasi. Pengotomasian kini telah menjadi sesuatu yang wajib dilakukan oleh setiap perusahaan demi mencapai efisiensi dan efektifitas kerja. 

Lalu, bagaimana dengan otomasi di supply chain management? Otomasi pada urusan terkait supply chain management dapat Anda capai dengan mengunakan softwareERP. Dimana dengan menggunakan ERP macam Midsuit Anda dapat menempatkan order secara otomatis dengan vendor dan berguna untuk mengecek level inventory sedang turun dibawah level yang telah ditentukan. 

Dimana dengan ERP tersebut Anda dapat mengurangi keterlibatan pegawai Anda pada suatu operasi bisnis sehingga mereka pun dapat mengerjakan tugas-tugas lainnya 


• Tracking Inventory Anda 

Tips kedua untuk meningkatkan supply chain management Anda yaitu gunakanlah inventory tracking pada bisnis Anda. Kemudahan yang diberikan oleh inventory tracking dalam hal mengurutkan, menyortir, dan mengklasifikasikan produk berdasarkan indikator tertentu semisal dari tingkat lakunya produk tersebut, hal itu dapat dilakukan oleh inventory tracking ini. 

Lalu, bagaimana hubungannya dengan supply chain management? Lewat inventory tracking ini, Anda dapat mengetahui stok produk yang Anda punya hingga kondisinya. Guna memastikan bahwa supply chain management Anda dalam kondisi stabil, Anda dapat melakukan pengawasan terhadap apa yang dikerjakan oleh mitra bisnis Anda dan menjamin bahwa kerja sama berjalan efektif, dan lacak aset inventory Anda secara berkala 


• Tingkatkan Visibilitas Supply Chain Anda 

Memastikan produk sampai ke tangan customer dengan baik adalah salah satu aspek penting dalam menjalankan suatu bisnis. Yang mana tips terakhir untuk meningkatkan supply chain management berhubungan dengan hal itu yakni visibilitas supply chain. 

Istilah visibilitas supply chainitu sendiri mengacu pada upaya yang dilakukan oleh perusahaan Anda untuk melacak setiap komponen produk Anda dari tangan supplier ke tangan kita sampai dalam kondisi baik. 

Untuk dapat mewujudkan visibilitas pada supply chain management Anda, Anda pun dapat melakukannya dengan mudah melalui pemberian izin akses kepada supplier untuk mengecek kondisi inventory Anda secara real-time berkat dukungan software ERP yang mampu mengotomasikan tugas Anda terkait urusan inventory tersebut. 

Apabila hal ini dapat Anda wujudkan di perusahaan Anda maka supplier pun juga dapat dengan mudah memberi masukan untuk inventory Anda guna meningkatkan supply chain management Anda. 


Sumber :

https://midsuit.com/2020/10/07/3-masalah-dan-tips-tingkatkan-supply-chain-management-anda/

Wednesday, December 9, 2020

SCOR Model dalam Supply Chain Management

Pengertian SCOR Model dalam Manajemen Rantai Pasok


SCOR Model adalah singkatan dari The Supply Chain Operations Reference Model. Secara pengertian, SCOR Model adalah sebuah metode pendekatan untuk melakukan pengukuran terhadap kinerja dari sebuah supply chain.


Sejarah SCOR Model

SCOR Model adalah sebuah metode yang dikembangkan oleh Supply Chain Council atau Dewan Rantai Suplai. Supply Chain Council adalah sebuah lembaga nonprofit yang berdiri pada tahun 1996 dan digagas oleh beberapa organisasi dan perusahaan.

Perusahaan pemrakarsa dari Supply Chain Council antara lain seperti Bayer, Procter & Gamble, Lockheed Martin, Compaq, Rockwell Semiconductor, Texas Instruments, Nortel, 3M, Rabin, Todd, & McGrath (PRTM), Cargill, Pittiglio, dan AMR (Advance Manufacturing Research).

Pada awal berdirinya dewan rantai pasok ini memiliki anggota sebanyak 69 perusahaan, namun saat ini telah mencapai 1000 perusahaan.


Perkembangan SCOR Model

Kelebihan dari SCOR model adalah sebagai kemampuannya untuk mengintegrasikan Business Process Reengineering (BPR), benchmarking dan Best Practice Analyze (BPA) ke dalam kerangka kerja supply chain.

SCOR model adalah metode yang terus berevolusi dan dapat dikembangkan terus metriks-metriks di dalamnya dengan fleksibel sesuai kebutuhan tiap supply chain.

Berikut ini gambaran proses kunci dalam SCOR Model yaitu plan, source, make, deliver dan return yang berada dalam proses mata rantai.



Level dalam SCOR Model

Menurut Supply Chain Council (2010), ada 4 level tahapan pemetaan SCOR version 10.0, yaitu: Top Level (Level 1), Configuration Level (Level 2), Process Element Level (Level 3), dan Implementation Level (Level 4).


Level 1

Level 1, mendefinisikan ruang lingkup dan isi dari SCOR model.

Setidaknya ada 5 proses kunci dalam top level pertama ini yaitu plan, source, make, deliver dan return lalu mengukur metrik kinerja.

Hasil pengukuran metrik yang didapatkan kemudian di compare dengan target perusahaan untuk mengetahui apakah kinerja supply chain sudah mencapai target atau belum.

Berikut ini proses kunci tersebut.


Plan

Perencanaan: Sebuah proses untuk menyeimbangkan antara permintaan dan penawaran (supply and demand) dalam rangka membangun strategi terbaik dari tiap aktivitas rantai pasok sambil tetap menyesuaikan aturan bisnis yang berlaku.

Pada perencanaan ini segalanya dikalkulasikan dari mulai tingkat efisiensi dan resiko bisnis yang akan dihadapi.


Make

Membuat (make): Proses yang mengubah barang ke tahap penyelesaian (Mengolah, memproduksi, dan melakukan packaging finish good) untuk memenuhi kebutuhan yang direncanakan.


Deliver

Pengiriman (deliver): Proses yang pendistribusian barang jadi dan jasa untuk memenuhi kebutuhan konsumen.

Di sini, termasuk manajemen pemesanan, manajemen gudang seperti pengemasan produk sesuai prosedur perusahaan. Manajemen transportasi seperti melakukan pengiriman dengan transportasi yang tepat dan tepat waktu – untuk memenuhi kebutuhan yang direncanakan.


Return

Return adalah proses pengelolaan pengembalian barang.

Di tahap supplier, bahan baku yang tidak sesuai permintaan dari perusahaan dan menyediakan transportasi untuk pengiriman bahan baku pengganti. Pembuatan klaim atas bahan baku yang tidak sesuai permintaan ke pemasok di tahap manufaktur. Pengelolaan klaim atas finish good yang tak sesuai di tahap distributor. Dan hingga pembuatan klaim atas produk akhir yang rusak di tahap pengecer.


Level 2

Level 2, merupakan tahap konfigurasi. Pada level kedua ini setiap proses inti dalam SCOR akan ditampilkan lebih rinci dari proses-proses mata rantai suplai perusahaan.

Hal itu dimulai dari proses yang berkaitan dengan pemasok, aktivitas produksi dan distribusi hingga produk yang diterima oleh konsumen. Terdapat pengklasifikasian proses seperti berikut:


1 = Make-to-stock

2 = Make-to-order

3 = Engineering-to-order

4 = Retail product


Level 3, merupakan tahap dekomposisi proses-proses yang ada pada rantai pasok menjadi elemen-elemen yang mendefinisikan kemampuan perusahaan untuk berkompetisi.


Level 4, merupakan tahap implementasi yang memetakan program-program penerapan secara spesifik serta mendefinisikan perilaku-perilaku untuk mencapai competitive advantage dan beradaptasi terhadap perubahan kondisi bisnis.


Metriks dalam SCOR Model

Metriks adalah sebuah alat untuk mengukur kinerja standar dari proses-proses dalam supply chain. Salah satu syarat utama pengukuran kinerja ini adalah reliable dan valid. Reliability berhubungan dengan konsistensi dari instrumen-instrumen penelitian. Sementara validitas berhubungan dengan ketepatan definisi dari sebuah variabel.

SCOR model memberikan ruang bagi para peneliti untuk melakukan penyesuaian atau kustomisasi terhadap tipe industri masing-masing.


Atribut Kinerja

Atribut Kinerja berhubungan dengan strategi perusahaan. Setiap atribut akan memiliki tolok ukur masing-masing dalam Metriks SCOR Model. Berikut ini adalah atribut yang sering ada dalam metriks standard dari SCOR Model:

Reliability berkaitan dengan kemampuan melaksanakan setiap pekerjaan sesuai dengan yang direncanakan. Fokus dari reliability adalah ketepatan waktu, ketepatan kuantitas dan ketepatan kualitas.

Responsiveness berkaitan dengan kecepatan waktu respon setiap pelaksanaan fungsi-fungsi yang berada di setiap mata rantai.

Agility berkaitan dengan kemampuan untuk fleksibel dan beradaptasi dalam menghadapi setiap perubahan yang dipicu oleh faktor eksternal.

Cost berkaitan dengan biaya-biaya di dalam Supply chain. Termasuk di dalamnya terdapat labor costs, material costs, management and transportation costs.

Asset Management Efficiency atau efisiensi dalam pengelolaan asset berkaitan dengan utilitas nilai suatu barang, penyusutan inventori, insourcing vs outsourcing dll.


Sumber :

https://mgt-logistik.com/pengertian-scor-model/

Monday, December 7, 2020

Sales and Operation Planning

Sales and Operation Planning dan Daya Saing Perusahaan

Pernahkah perusahaan Anda mengalami masalah operasional seperti ini? Demand forecast yang dilakukan tidak akurat, terjadi stock out atas produk yang sedang banyak diminta oleh pelangan, namun sebaliknya banyak slow moving stock atas produk yang tidak diminati pelangan. Perusahaan tidak bisa memenuhi permintaan pelangan dengan cepat dan on time. Sehingga perusahaan pun kehilangan business opportunity dan target perusahaan pun tidak akan bisa di capai.

Dengan banyaknya death stock yang menumpuk di gudang, akhirnya menimbulkan keributan antar departemen. Tim manufaktur dan gudang komplain ke tim perencanaan produksi, dan berlanjut tim perencanaan produksi pun komplain ke tim sales untuk segera melalukan penjualan lebih banyak lagi. Hal ini terjadi karena demand forecast yang diberikan oleh tim sales tidak akurat, realisasi penjualan jauh dari nilai forecast. Sehingga barang menumpuk di gudang dan pabrik. Tim pabrik pun menjadi tidak percaya lagi dengan demand forecast yang dilakukan tim sales.

Jika perusahaan Anda masih mengalami maka jangan kawatir, Anda tidak sendirian. Banyak perusahaan yang mengalami hal serupa. Namun, jika hal ini dibiarkan maka kinerja tim dan perusahaan akan terganggu.

Menurut Supply Chain Planning Benchmark Study 2013 oleh Supply Chain Digest, di sebutkan bahwa hanya 8.91% perusahaan yang sudah menerapkan highly integrated planning environment top-down & bottom-up oriented, 10.12% perusahaan sudah menerapkan highly integrated planning environment top-down oriented. Sebanyak 55.47% yang tergolong moderat, 22.27% yang tergolong disconnected planning, sisanya 3.24% tidak jelas.


Survey Top Ten Supply Chain Challenges

Dalam salah satu survey kepada praktisi bidang supply chain di berbagai industri dengan pertanyaan “hal apa saja yang menjadi kendala dalam operasional perusahaan dan hal apa yang diharapkan bisa dilakukan perbaikan?” Hasilnya menunjukkan bahwa lebih dari 70% responden mengatakan bahwa tidak adanya proses perencanaan yang terintegrasi antar divisi dan ketidakakuratan demand forecast menjadi kendala terbesar perusahaan. Hal ini menyebabkan perusahaan berjalan tidak optimal, terjadi ketidak-efisienan proses produksi, biaya produksi yang lebih besar, kehilangan potensi penjualans dan business opportunity. Plus, tim menjadi stress dan bad mood karena munculnya berbagai komplain dan masalah operasional yang muncul akibat tidak akuratnya demand planning tersebut.

Maka tepat sekali istilah ‘If you fail to plan, you plan to fail’, jika kita gagal dalam membuat perencanaan maka kita merencanakan untuk gagal. Oleh karena marilah kita perbaiki proses perencanaan di perusahaan kita agar meningkat akurasinya dibandingkan realisasi penjualan.

Seperti bullwhip effect, ketidak-akuratan demand planning akan menyebabkan proses yang lebih besar di rantai produksi selanjutnya. Jika proses demand planning sudah bagus, maka operational excellence dalam proses procurement, supply planning dan proses produksi akan mudah diimplementasikan. Akhirnya daya saing perusahaan akan meningkat.

Untuk memperbaiki proses perencanaan dan meningkatkan akurasi dari perencanaan operasional perusahaan, di dalam konsep supply chain dikenal proses Sales & Operation Planning (S&OP). Berdasarkan Supply Chain Planning Benchmark Study 2013 oleh Supply Chain Digest, S&OP di yakini sebagai salah satu proses terpenting yang bisa mendorong perbaikan operasional perusahaan dan meningkatkan daya saing perusahaan. Menerapkan S&OP yang baik itu tidak lah terlalu sulit, sepanjang ada dukungan dari top manajemen.

Singkatnya, S&OP ini menyelaraskan antara permintaan pasar/pelanggan (demand planning) dan kemampuan dan ketersediaan sumber daya internal perusahaan (supply planning).

Berikut contoh perusahaan yang sudah menerapkan integrated planning melalui proses S&OP dengan baik, yaitu dua perusahaan yang masuk kelompok saham blue chips, Unilever Indonesia dan Astra International. Saham kedua perusahaan itupun menjadi idola para investor.


PT Unilever Indonesia Tbk. (UI)

Menarik untuk mengetahui sekaligus mempelajari mengapa UI bisa menjelma menjadi perusahaan consumer goods terbesar di Indonesia dengan pertumbuhan yang konsisten positif dalam waktu yang cukup lama (profitable growth company).

Hasil diskusi saya dengan Bapak Robertus Hendra, ex GM Demand Planning & Supply Planning UI beberapa bulan lalu di kantor, dikatakan bahwa salah satu keunggulan UI adalah di proses perencanaan yang sudah baik dan terintegrasi, proses S&OP sudah dijalankan secara mature, top-down and bottom-up oriented. Kabarnya proses ini sudah dijalankan oleh seluruh divisi dalam organisasi sudah sangat lama, sudah lebih dari 20 tahun yang lalu.

Awalnya proses S&OP ini bersifat top-down approach, namun sekararng sudah menjadi komitmen bersama seluruh manajemen baik di level lokal, regional maupun level group. Dengan banyaknya kategori yang dikelola, UI telah berhasil menjalankan proses integrated planning ini dengan sangat baik, sehingga memudahkan dalam pengambilan keputusan yang strategik buat perusahaan. Bahkan UI masuk menjadi satu-satunya perusahaan di Indonesia yang berhasil masuk menjadi 10 besar perusahaan dengan operasional terbaik dunia. Maka tak heran jika saat ini UI menjadi perusahaan FMCG terbesar di Indonesia sampai saat ini.

Kesimpulan saya setelah diskusi panjang dengan Pak Robertus saat itu adalah salah satu key success factors UI selama ini adakah tingginya komitmen manajemen dan organisasi atas integrated planning melalui proses S&OP yang sudah mature dan bagian budaya organisasi.  Bahkan proses S&OP ini menjadi KPI dari CEO UI, jika gagal menjalankan S&OP dengan baik maka CEO siap-siap menerima konsekuensi.


PT Astra International Tbk (AI)

Sebagai perusahaan automotif terbesar di Indonesia yang masuk perusahaan blue chips, AI ternyata mempunyai kesamaan dengan UI, dimana AI sangat ungul dalam hal perencanaan baik untuk demand planning dan supply planning. Contoh sederhana demand planning yang baik dilakukan AI adalah melalui sistem penjualan mobil inden (pesan di awal). Jika ada produk atau varian baru yang akan di launch ke pasar, maka AI menawarkan pembelian melalui inden dengan membayar uang muka terlebih dahulu. Bahkan sering kita jumpai waktu inden bisa mencapai tiga-enam bulan.

Mengapa perlu AI menerapkan strategi inden? Ini sebenarnya untuk mendapatkan kepastian forecast demand atas mobil jenis tertentu. Sehingga sejak awal perusahaan bisa mendapatkan estimasi forecast yang sangat jelas dan akurat atas permintaan unit mobil dan sekaligus mengetahui distribusi lokasi pemesanan. Hal ini penting untuk efisiensi penyediaan bahan baku dan optimalisasi utilisasi kapasitas pabrik. Ujungnya, perusahaan akan mendapatkan biaya produksi yang paling optimal dengan demand planning yang baik ini. Maka tak heran AI pun juga menjadi salah satu perusahaan yang dengan keunggulan operasional excellence nya. Yang semua nya di mulai dengan perencanaan terintegrasi antara demand planning dan supply planning. Sedangkan untuk supply planning, AI sudah sangat terkenal dengan operational excellence yang di jalankan di perusahaan ini.


Garuda Indonesia Travel Fair (GITF)

Dalam event GITF September 2017, Garuda Indonesia (GI) menawarkan promo tiket Jakarta-Hongkong hanya 2.3 juta pp, Jakarta-London yang hanya 8 jutaan pp, Jakarta-Seoul hanya 2.9 juta pp dan masih banyak promo ke destinasi lainnya. Tapi ingat promo tersebut jumlahnya terbatas hanya bisa digunakan di tanggal dan bulan tertentu saja dan harus di bayar di depan. Mengapa tiket promo ini bisa dijual sangat murah? Kira-kira strategi apa yang di terapkan oleh GI? Ternyata promo seperti ini dilakukan juga dalam rangka mendapatkan estimasi forecast demand yang lebih baik. Jumlah dan waktu promo akan mengacu data tren realisasi occupation rate tahun-tahun sebelumnya. Setiap tanggal, bulan dan tujuan destinasi mempunyai tren occupation rate yang berbeda. Nah, GITF inilah berguna untuk meningkatkan occupation rate setiap destinasi penerbangan. Kursi yang biasanya kosong pun akhirnya terisi oleh penumpang. Yang ujungnya adalah meningkatkan utilisasi pesawat dan profit perusahaan.

Saking pentingnya travel fair untuk mendongkrak occupation rate, maka dari Garuda Online Travel Fair (GOTF) 2017 pada 3-9 Agustus 2017 ditarget dua juta orang akan berkunjung ke situs http://www.garuda-indonesia.com. Inilah salah satu upaya agar Garuda mendapatkan perencanaan yang baik dari sisi forecast permintaan pelangan (demand planning).

Selain ketiga contoh di atas, tentunya banyak lagi perusahaan hebat lainnya yang sukses menggunakan integrated planning S&OP ini untuk meningkatkan daya saing perusahaan.

Ternyata membuat planning tidak sekedar untuk menjalankan perusahaan semata, tapi penting untuk memenangkan di kompetisi yang sengit ini. Jika perusahaan Anda ingin memenangkan kompetisi dan menjadi sebuah sustainable profitable company, maka saatnya mulailah menjalankan integrated planning S&OP ini. S&OP merupakan proses terintegrasi dari demand planning-supply planning-monitoring-execution & strategic decision untuk mencapai target penjualan yang sudah disepakati. Pimpinan tertinggi perusahaan pun terlibat dalam proses S&OP ini.


Sales & Operation Planning (S&OP)

Dari tadi kita bicara mengenai pentingya integrated planning melalui S&OP process. Trus, apa yang sebenarnya di sebut proses S&OP itu?

S&OP adalah sebuah proses yang membantu pimpinan perusahaan untuk merumuskan hal-hal strategik yang berkaitan dengan bisnis untuk meraih keunggulan kompetitif secara terus menerus. S&OP merupakan proses yang sangat penting perannya untuk menghubungkan antara strategi perusahaan dan business plan. Seperti terlihat di dalam ilustrasi berikut (Ilustrasi 1).

Proses S&OP ini meliputi aktivitas yang dilakukan secara regular dan rutin minimal setiap bulan dengan mendatangkan semua tim terkait seperti tim Sales, Marketing, Supply Chain, Finance dan Manufacturing. Dalam S&OP meeting ada proses diskusi, review dan rekonsiliasi terkait dengan demand planning, supply planning, new product dan new marketing plans. Seperti dalam flow process di bawah ini (Ilustrasi 2).

Untuk menjamin proses ini bisa berjalan sukses dan efektif, maka di perlukan komitmen dari seluruh executive committees terutama top manajemen karena proses ini bersifat top-down.


Beberapa faktor penting untuk implementasi S&OP ini adalah:

Proses yang komprehensif dan proven

Adanya sharing data dan informasi secara terbuka dengan tim terkait, sehingga semua mempunyai informasi yang sama

Komunikasi antar menjadi lancar sehingga segala kendala yang muncul terkait dengan sales, production planning dan marketing bisa dicarikan solusi dengan segera

 Dengan mempertimbangkan begitu besarnya manfaat proses S&OP dalam mencapai target dan meningkatkan daya saing perusahaan. Tahun lalu, saya memperkenalkan ide S&OP ini kepada seluruh executive committees dan telah disetujui untuk diimplementasi mulai tahun ini. Tidak mudah di saat awal implementasi proses S&OP ini, namun kami pun sudah merasakan dampak positif dari penerapan S&OP ini. Kolaborasi antar tim semakin baik dan solid, akurasi forecast pun meningkat dan terjadi peningkatan layanan ke pelanggan yang signifikan. Dengan peningkatan operational excellence ini diharapkan daya saing perusahaan pun terus meningkat di tengah persaingan yang sangat ketat ini.


Pekerjaan rumah selanjutnya adalah bagaimana menjadikan proses S&OP ini bisa menjadi budaya organisasi dengan proses yang semakin mature, top-down & bottom-up oriented. Bagaimana dengan perusahaan Anda? Selamat mencoba.


Referensi: modul Certified Supply Chain & Logistic Profesional (CSLP), Asosiasi Logistic Indonesia (ALI) untuk Ilustrasi 1 & 2.


Salam Pembelajar!



Sumber :

https://martoyoconsulting.wordpress.com/2017/09/26/sales-and-operation-planning-dan-daya-saing-perusahaan/

Saturday, December 5, 2020

Integrated Business Planning (IBP)

What is Integrated Business Planning (IBP)?

Apa itu Perencanaan Bisnis Terpadu (IBP)?

Perencanaan Bisnis Terpadu (IBP) adalah bentuk yang diperluas dari Perencanaan Penjualan dan Operasi (S&OP) yang mencakup rantai nilai ujung ke ujung dari suatu bisnis, dan mengikat tujuan strategis terkait profitabilitas dengan keputusan perencanaan operasional jangka pendek dan menengah melalui analisis skenario lintas fungsi - menginformasikan keputusan seputar kolaborasi pemasok yang lebih menguntungkan, pembentukan permintaan, pemasaran, pertumbuhan / pengembangan produk, dan banyak lagi.

Yang terbaik, IBP sepenuhnya selaras dengan metrik pertumbuhan dan inovasi, yang telah mengubah S&OP menjadi mitra bisnis strategis. Visualisasikan menyelaraskan keputusan operasional perusahaan Anda dengan kinerja keuangan berwawasan ke depan di berbagai kerangka waktu, mewakili pertukaran yang kompleks, kendala, dan realitas bisnis waktu nyata di seluruh rantai nilai; seperti inilah IBP yang sukses!

Selama lebih dari satu dekade, pelanggan kami telah berjuang dengan istilah IBP dan kaitannya dengan penjualan dan perencanaan operasi (S&OP), penjualan dan pelaksanaan operasi (SOE) perencanaan operasi inventaris penjualan (SIOP), penjualan dan manajemen operasi (S&OM), dan proses lainnya.

Meskipun mengetahui pentingnya, bisnis lambat dalam mengadopsi perencanaan bisnis terintegrasi. Banyak yang belum membuat proses S&OP yang lancar.

Mengapa Perusahaan Kesulitan Mengadopsi IBP

Jadi ... mengapa perusahaan masih berjuang untuk mengadopsi IBP? Beberapa alasannya meliputi:

  • Sasaran yang saling bertentangan antara unit bisnis dan hambatan karena evolusi proses dan teknologi
  • Desain teknologi yang ada
  • Metode tradisional dalam berbisnis

Sebuah penelitian terbaru menunjukkan bahwa 79% perusahaan terus menggunakan perencanaan spreadsheet, namun hanya 39% yang mengatakan bahwa spreadsheet mendukung proses perencanaan kolaboratif.

Inilah masalahnya: Alat yang tidak fleksibel seperti spreadsheet tidak memungkinkan representasi lintas fungsi dari bisnis. Selain itu, spreadsheet tidak memberikan wawasan berwawasan ke depan - persyaratan untuk IBP. Sebaliknya, spreadsheet menghasilkan rencana yang tidak layak, menghambat perencanaan kolaboratif, dan menyedot banyak waktu yang dapat dihabiskan dengan lebih baik di tempat lain.

Dalam satu studi kasus, raksasa makanan ringan tidak memenuhi permintaan untuk produknya yang paling menguntungkan karena kapasitas yang terbatas. Ketika mencoba memanfaatkan 20+ spreadsheetnya, mereka terus gagal mencapai target dan menjadi sangat sadar bahwa mereka kehilangan peluang keuntungan besar.

Spreadsheet dapat berfungsi untuk skenario yang terisolasi tetapi tidak mengintegrasikan fungsi untuk menyelesaikan satu tujuan bersama (memenuhi permintaan) sambil menyelaraskan dengan tujuan strategis (misalnya, mengenali peluang keuntungan tambahan). Inilah inti dari perencanaan bisnis yang terintegrasi)


Sumber :

https://www.riverlogic.com/blog/what-is-integrated-business-planning

https://www.slideteam.net/integrated-business-planning-showing-harmonize-processes-alignment-and-integration.html

Monday, November 23, 2020

Untung dengan Sales Pipeline

5 Teknik Menghasilkan Untung dengan Sales Pipeline

1. Tentukan Jumlah Kesempatan Yang Kita Inginkan.

Pertama-tama, kita harus menyiapkan jumlah jangkauan pelanggan. Bagaimana kita membuat bisnis kita menarik pelanggan untuk mengenal kita dan menghubungi kita dengan lebih baik?


Perkirakan berapa banyak untuk menutup penjualan

  • Berapa banyak transaksi yang harus saya tutup?
  • Persentase apa
  • Berapa lama

Misalnya, tujuan mengumpulkan pendapatan. Bulan ini adalah 30.000 USD. Ini berarti kesepakatan rata-rata akan jatuh pada $ 2.000 per transaksi. Yang berarti kita harus menutup 15 kesepakatan untuk mencapai tujuan kita.


2. Siapkan Laporan CRM dan Dasbor CRM dengan Metrik dan Pemicu (pemicu).

Persentase dalam tawar-menawar. Jika kita berpikir bahwa negosiasi kita hanya memiliki peluang 50%, kita harus mempersiapkan proses pelatihan dan menunggu.

Tes acak. Ini akan membantu kita mendeteksi lebih banyak kebocoran dalam masalah perusahaan kita.

Tetapkan tanggal pengiriman

Persentase Peluang Kutipan. Kita harus memberikan kutipan kepada pelanggan sebelum pelanggan membuat cacat harga kepada kami.

Pekerjaan tindak lanjut karena sangat diperlukan. Bahwa kita harus melacak pekerjaan di setiap langkah untuk membawa informasi ke dalam sistem CRM perusahaan untuk memantau pekerjaan jika ada risiko.

Tetapkan Waktu. Periode utama negosiasi sekitar 10 hari, tetapi tidak lebih dari 15 hari.

Jumlah waktu rata-rata per langkah. Dengan langkah ini jangan sampai terjadi penutupan penjualan berkepanjangan. Karena hal sebaliknya akan menimbulkan resiko berupa tidak bisa menarik perhatian konsumen.


3. Bentuk Tim Setidaknya Sekali Seminggu Untuk Berdiskusi.

Setelah kita memilih bagaimana kita akan menggunakan prinsip motivasi, maka bentuklah tim bersama. Duduk dan diskusikan untuk melihat apakah ada yang punya masalah?


4. Memprediksi Probabilitasnya

Ketika segala sesuatunya mulai lebih pas, maka mulailah menetapkan tanggal penutupan kesepakatan dengan menggunakan program CRM untuk membantu terus menonton penjualan di mana kita bisa mengatur sistem itu. Saya ingin menampilkannya setiap minggu, bulanan, atau triwulan.


5. Tetapkan Moderator

Pertama-tama, kita tidak boleh lupa untuk mengatur data ini di dashboard, baik itu

Penawaran yang tidak bisa ditutup atau gagal lolos

Transaksi yang sudah lewat waktu atau tidak dekat waktunya


Melewati batas waktu. Jumlah angka di bagian ini harus lebih rendah dari 20, jika lebih dari 20 bisa bersiap untuk mengisi kebocoran. Dari fakta bahwa kita telah mempelajari Sales Pipeline pada saat yang sama, semua orang akan menyadari pentingnya peranti lunak CRM yang penting untuk digunakan sebagai bantuan dalam organisasi kami.

Juga, semua 5 teknik yang kita bawa hari ini dianggap sebagai bentuk langkah-langkah yang dapat kita tarik untuk digunakan. Sejak masa memulai bisnis, proses negosiasi harga dilakukan untuk menutup penjualan. Di mana jika kita mencoba menghadirkan metrik dan menstimulasi pola upsell untuk mengikuti ini, saya dapat meyakinkan Anda bahwa pekerjaan ini, penjualannya akan optimis. Karena selain memberikan prediksi penjualan yang akurat, dapat juga membantu mendorong bisnis kita agar sukses sesuai keinginan.


Sumber: 

https://www.saleshacker.com/sales-pipeline/

Jalur Penjualan Anda

Rencanakan Jalur Penjualan Anda Dalam 3 Langkah.

Langkah 1: Menangkan Apa Yang Bisa Dimenangkan

Sebuah non-stop pipeline. Ini adalah sistem yang berhasil dan akan dianggap menang. Sukses di sini artinya tim penjualan tersebut mampu mencapai tujuan dari arus penjualan yang telah mereka tetapkan. Dalam situasi apa pun. Banyak tahapan rencana penjualan sering kali memiliki ‘kriteria keluar’, atau apa yang diharapkan dari suatu tujuan agar berhasil. Namun terkadang, jenis kriteria ini tidak selalu berhasil.


Buat Keterlibatan Pembeli

Pada dasarnya, setiap tim penjualan harus menetapkan metode untuk meyakinkan pelanggan agar melakukan pembelian. Bagaimanapun, keputusan pelanggan untuk membeli secara langsung bergantung pada pelanggan. Tidak mungkin tim penjualan bisa mengendalikannya. Oleh karena itu harus berusaha mencari cara untuk memodifikasi berbagai bentuk untuk menyesuaikan dengan perilaku kelompok pelanggan yang paling sesuai.

Karena tujuan Sales Pipeline berarti mendefinisikan berbagai jenis aktivitas. Itu akan membantu perusahaan sukses. Ini tidak hanya mencoba mendorongnya ke garis finis, tetapi memiliki sistem Sales Pipeline yang baik. Ini akan membutuhkan rencana penyesuaian agar sesuai dengan gaya organisasi Anda.


Dan hadirnya Buyer Verifier akan membantu untuk melihat arah sasarannya.


Pembeli Verifikator

Ini adalah tindakan atau peluang yang harus diambil sekelompok pelanggan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan oleh tim penjual. Ini adalah tindakan yang hanya dapat dilakukan oleh pelanggan.

Setelah tujuan ini dibuat dan 1 hingga 2 Pembeli Verifier dapat mencapai tujuan yang mereka tetapkan. Perumusan rencana lain akan lebih mudah bagi tim penjualan.


Tetapkan Tujuan

Tujuan dari Sales Pipeline adalah untuk membuat rencana yang akan memungkinkan tim penjualan untuk memperluas prospek perusahaan.

Dan berikut adalah lima tips yang akan membantu Anda membuat perencanaan itu lebih efisien.


1. Transaksi yang Macet

Sangat penting untuk menetapkan lama waktu untuk setiap transaksi. Jika tim memiliki waktu tetap untuk menyelesaikan setiap tugas, akan membantu kasus ini tidak diabaikan dan akhirnya ditinggalkan.


2. Promo yang Harus Dimenangkan

Tugas ini adalah untuk menentukan peluang demi meningkatkan strategi atau untuk menentukan tujuan akhir secara keseluruhan. Sehingga karyawan dapat mencapai tujuannya


3. Transaksi Tidak Selaras

Beralih ke sistem CRM untuk mencocokkan pemverifikasi pembeli dengan rencana penjualan saat kita memiliki tabel perbandingan yang jelas. Akan lebih mudah untuk memodifikasi model penjualan.


4. Transaksi Outlier

Untuk tim penjual yang menangani kasus yang mungkin lebih besar dari kasus normal. Penting untuk diingat untuk memeriksa rencana dan aktivitas penjualan. Lebih hati-hatilah karena detail kecil bisa diubah.


5. Transaksi yang Didorong

Cobalah untuk mendefinisikan struktur dan garis waktu dengan jelas dalam proses penjualan. Saat penjual memiliki rencana waktu yang baik, maka akan lebih akurat untuk menunjukkan tanggal penutupan kasus.


Langkah 2: Capai Keseimbangan

Banyak perusahaan punya ‘Rasio keuangan’ yang dimaksudkan untuk mengatur saluran bagi karyawan penjualan untuk mencapai tujuan mereka. Pemimpin yang hebat membantu merumuskan rencana kerja sesuai dengan sifat dan kemampuan masing-masing penjual.

Perhitungan indikator ini harus dilakukan secara rutin, setiap bulan, setiap triwulan, atau setiap tahun anggaran. Hal ini dapat membantu untuk lebih mengidentifikasi perubahan atau perbaikan apa yang diperlukan untuk setiap karyawan.


Langkah 3: Menetapkan Tujuan Pelatih

Menargetkan pekerja penjualan di pipeline yang dihasilkan harus memiliki tujuan yang jelas. Sehingga setiap karyawan tahu apa lagi yang harus dilakukan atau melakukan sesuatu yang berbeda.

Bos yang baik harus memiliki tujuan yang jelas. Untuk membuat berbagai perencanaan penjualan ini didasarkan pada faktor Buyer Verifiers, sederhana, ini adalah percakapan coaching.

Perbedaan antara percakapan sederhana dan coaching talk adalah: Komitmen dan keseriusan dalam konten. Jadi cobalah berbicara dengan karyawan Anda bahwa mereka merasa ini penting untuk dicapai semua orang.

Itu dia, percakapan sederhana. Akan lebih berguna dan itu dapat membantu mereka mengembangkan diri untuk memiliki potensi yang lebih baik daripada sekadar karyawan yang bekerja keras.


Sistem Sales Pipeline Yang Harus Dihindari Oleh Tim Penjual

Saat bertemu tim penjualan, sistem Pipeline sering kali lebih disukai untuk digunakan dalam rapat. Namun terkadang alih-alih mendapatkan kesimpulan yang bagus, kadang kesimpulan yang dihasilkan tidak benar-benar tepat pada intinya, yang mana tindakan ini akan menyebabkan lebih banyak kesalahan. Marilah kita lihat beberapa hal yang harus dihindari pada sistem Sales Pipeline.


# 1 Deraan Forecast

Terkadang mengajukan pertanyaan, “Jadi bagaimana menurut Anda?”, pengawas tersebut membuat pekerja penjualan merasa terdorong untuk menemukan jawaban yang tepat dan diinginkan kepada atasan. Saat bos mulai menanyakan pertanyaan seperti ini alih-alih berfokus pada metode yang sebenarnya, jawabannya sering dibuat dengan menebak daripada merencanakan dengan benar. Tekanan semacam ini tidak memberikan jawaban yang sebenarnya. Tetapi perencanaan adalah jawabannya.


# 2 Penopang, Bukan Pelatih

Proses pertemuan jalur penjual harus menjadi kesempatan unik bagi supervisor untuk memperkenalkan pedoman kepada karyawan mereka. Tetapi terkadang saran itu mungkin terlalu berisi banyak kontrol atau perintah. Sebaliknya karyawan berkembang menjadi sebaliknya. Jadi cobalah untuk tidak salah menafsirkan coaching.


# 3 "Percayalah"

Sering kali dalam rapat Sales Pipeline, karyawan penjualan cenderung melaporkan informasi. Diberikan kepada bos dengan akhir kata “Anda bisa mempercayainya,” yang bisa diterjemahkan dengan banyak cara. Namun secara umum seringkali kata yang digunakan penjual untuk membuat bos mengabaikan masalah penguji dan berdoa untuk lebih banyak keberuntungan.

Saat waktunya meninjau Pipeline, pastikan untuk mempertimbangkan masalah verifikasi, perencanaan, dan pembinaan untuk setiap karyawan. Ikuti saja 3 langkah utama yang telah kita sebutkan. Itu saja, tenaga penjual Anda pasti akan terkesan. 


Sumber :

https://www.saleshacker.com/sales-pipeline-reviews/

Pentingnya Clean Pipeline

Karena pekerjaan di tim penjualan, kita sudah mengetahuinya, bahwa setiap bulan kita perlu memiliki pelacakan penjualan/sales tracking. Dan menetapkan target penjualan untuk tim di mana kita tidak pernah memperhatikan istilah Sales Pipeline sebelumnya akan menyebabkan terjadinya pekerjaan sistematis. Kondisi ini akan membuang-buang waktu bekerja dengan berantakan

Tetapi jika kita mencoba untuk duduk dan berbicara satu sama lain di tim baru dengan menggunakan prinsip Sales Pipeline untuk membantu memprediksi penjualan tim penjualan kita di masa depan, maka kondisi ini akan menampilkan informasi yang membantu kita memfilter semua peluang penjualan. Memungkinkan kita menerapkan semua pedoman penjualan seiring dengan bisa melihat arah keseluruhan di masa depan, juga berapa banyak lagi pelanggan yang kita miliki yang harus menyelesaikan transaksi untuk memenuhi target kita.


Alat Untuk Membersihkan Sales Pipeline

Prinsip pipeline yang bersih, kita mungkin harus menggunakan bantuan seperti Insight Sales Process untuk membantu memperkirakan penjualan setiap bulan. Untuk membawa ringkasan dari ikhtisar yang muncul demi membantu meningkatkan peluang penutupan penjualan setiap bulan untuk memenuhi target.

Kita kemudian menggunakan alat Insight Sales Panel untuk mendapatkan gambaran umum tentang penjualan yang telah kita tutup. Untuk membantu kita menentukan peringkat itu yang mana yang tertutup/sudah berakhir, dan apakah masih ada lagi? Itu masih perlu menjadi fokus khusus. Ini juga akan menghemat waktu dan juga mengarah pada pekerjaan yang lebih efisien.

Tidak ada perusahaan yang menginginkan karyawannya bekerja dalam bentuk dan tanpa tujuan. Terutama pekerjaan tim penjualan. Jika kita tidak memiliki bantuan yang baik sebanyak program yang kita sajikan untuk membantunya, ini akan menyebabkan pekerjaan tim penjualan kehilangan fokus dan tidak mampu mencapai target penjualan. Sehingga Clean Pipeline pun menjadi bak pahlawan. Clean Pipeline akan membantu mendorong semua orang di tim untuk bekerja dengan cara yang sama. Hasilnya, secara efektif dapat meningkatkan penjualan dan menghasilkan keuntungan yang berkelanjutan dan permanen bagi perusahaan.


Sumber: 

http://www.raybec.com/blog/cleaning-your-sales-pipeline-for-sales-effectiveness

Sumber gambar :

https://www.quora.com/What-are-the-steps-in-a-sales-pipeline

Sales Pipeline

Apa Itu Sales Pipeline? Panduan Untuk Meningkatkan Penjualan

Dalam dunia kerja di divisi sales, sistem ‘Sales Pipeline’ sangatlah penting, terutama jika ada yang bekerja di dalam divisi dan harus menghadapi berbagai masalah yang belum terselesaikan, seperti perencanaan untuk mencapai tujuan penjualan. Keterampilan negosiasi dan merampingkan berbagai model penjualan semakin banyak saya lakukan, namun saya rasakan hasilnya semakin tidak seperti yang diharapkan. Kita ingin semua orang mencoba untuk fokus pada istilah Sale Pipeline. Memiliki pipeline yang baik dan stabil akan membantu kelancaran pekerjaan bos dan karyawan. Bagaimana Anda membuat Sales Pipeline yang baik? Anda pasti tahu bahwa Sale Pipeline-lah yang akan membantu kita mencapai target penjualan. Dan juga menjadi pahlawan yang sangat penting untuk diperhatikan, karena kita tidak bisa hidup tanpanya.


Apa itu Sales Pipeline?

Sales Pipeline adalah sistem perencanaan penjualan atau alat untuk membantu mengelola penjualan sejak awal hingga proses pengonfirmasian proses penyelesaian penjualan. Ini memberi kita gambaran yang jelas tentang keseluruhan proses penjualan. Sehingga karyawan bisa saling mengerti berdasarkan informasi mengenai perilaku pembeli, baik itu preferensi, keputusan, maupun tindakan, jadi terdapat berbagai macam bentuk tindakan. Dengan pipeline yang jelas, perencanaan keuangan mingguan atau bulanan menjadi lebih mudah untuk diprediksi. Ini adalah Platform Intelijen Penjualan yang harus dimiliki setiap perusahaan, dan tidak sulit untuk mengelola Sales Pipeline secara efektif. Karena jika kita memiliki teknik yang bagus, Sales Pipeline akan memungkinkan kita melihat penjualan secara detail. Bisa dalam format mingguan,bulanan atau triwulanan

Tips: Sales Pipeline dan Sales Funnel terdengar serupa. Tetapi akan digunakan dalam kondisi yang berbeda


Apa Yang Seharusnya Menjadi Sales Pipeline Yang Baik?

1. Bahkan Daftar Pelanggan Itu Penting.

Prinsip penjualan, tentu saja, kita akan memiliki daftar lengkap kontak pelanggan. Yang mana masalahnya berapa banyak usaha yang harus kita lakukan? Dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menjangkau pelanggan, cobalah ini. Usahakan daftarkan pelanggan hanya yang tingkat tinggi, karena jika kita hanya mendapatkan daftar pelanggan sederhana, kita juga harus buang waktu, kan? Jadi, coba saja. Dengan begini, waktu kita dalam penjualan akan banyak berkurang.

Dan, juga, setiap hari kita harus mengirimi Anda pembaruan. Atau memberi tahu kita tentang berita untuk mengundang pelanggan agar tertarik dengan produk kami lewat LinkedIn dan Twitter. Meski sepertinya banyak orang yang bermain tetapi anggaplah itu real. Itu masih bukan tempat periklanan terbaik, bahkan melalui surel yang menurut saya berhasil, ini belum disebut yang paling keren. Karena beberapa orang hampir tidak perlu menyentuhnya atau yang lain akan memilih untuk membaca hanya jika mereka benar-benar ingin membaca, jadi cara terbaik adalah telepon sekarang. Ini adalah penolong terbaik untuk tim penjualan!


2. Melakukan Panggilan Telepon. Itu Yang Terbaik!

Dan meskipun panggilan telepon adalah cara terbaik, tetapi berbicara juga membutuhkan efisiensi juga. 5 detik pertama kita harus menggunakan nada pembukaan dengan suara yang enak didengar. Dan gunakan nada yang paling ramah, jika tidak, lawan bicara Anda tidak mau diajak bicara, bukan?

Dalam kalimat kita ingin menjual, gunakan nada yang tertinggi dan terlihat sedikit menarik untuk mendapatkan poin perhatian dari pelanggan Dalam kalimat tersebut Anda ingin memberi contoh. Saya fokus berbicara dengan contoh singkat tentang bagaimana kita akan membantu Anda memecahkan beberapa masalah.

Jika pelanggan berbicara tentang masalah tersebut, kita harus punya contoh atau bersimpati dengan pelanggan untuk membahas topik yang ingin kita jual Penutupan pada akhir penjualan, ini adalah tujuan penting meneleponnya di bagian ini, yang membutuhkan kemampuan murni.

Jangan pikirkan ritme, spasi, dan nada. Tidak masalah. Anda harus siap berlatih berbicara dengan baik

 

Sumber: 

https://blog.sellingpower.com/gg/2019/03/how-to-stuff-your-sales-pipeline.html

Sumber gambar :

https://www.intellicrm.com/insights/setting-up-your-sales-pipeline/

Thursday, November 12, 2020

Manfaat Reverse Logistic

Mengenal Manfaat Reverse Logistic dan Perkembangannya di Tanah Air


Lulusan teknik industri pasti tak asing dengan istilah reverse logistic. Namun, tidak demikian halnya dengan masyarakat awam. Selain terasa asing, implementasinya juga sudah jarang dilakukan di tanah air.

Reverse logistic dapat didefinisikan sebagai proses pengembalian bahan baku dari pelanggan ke produsen.

Apa Saja Contoh Reverse Logistic di Indonesia?

Salah satu contoh implementasi reverse logistic yang paling nyata di tanah air adalah penggunaan botol kaca untuk minuman ringan bersoda dan teh. Beberapa tahun lalu, Anda tentu masih familiar dengan sejumlah merek minuman populer yang dikemas dalam botol kaca untuk kebutuhan satu kali minum.

Botol kacanya sengaja dibuat dengan kualitas unggulan agar tidak mudah pecah atau tergores. Para pedagang eceran atau distributor kelas menengah akan mengumpulkan kembali botol-botol tersebut untuk didistribusikan ke pabrik minuman. Selanjutnya, botol-botol tersebut akan melalui proses sterilisasi yang ketat sebelum diisi minuman lagi. Komponen botol yang digunakan dalam satu kali pakai hanya tutupnya saja.


Sejumlah Tujuan Besar di Balik Reverse Logistic

Sistem reverse logistic dijalankan untuk mencapai berbagai tujuan besar. Salah satunya adalah mendukung tindakan ramah lingkungan. Bahan baku yang dikembalikan ke pabrik bisa digunakan kembali sehingga tidak menimbulkan banyak sampah. Selain itu, hal tersebut juga menjadi salah satu cara efektif untuk menghemat pengeluaran dalam proses operasional. Karena tidak semua komponen produk harus dibuang begitu saja setelah produk digunakan.

Reverse logistic juga menjadi salah satu bentuk tanggung jawab perusahaan untuk urusan pengelolaan limbah. Pengaplikasian sistem ini diharapkan dapat menanggulangi masalah sampah yang berlebihan.


Masyarakat Lebih Menyukai Sesuatu yang Praktis

Reverse logistic sering dianggap tidak praktis oleh sebagian besar kalangan masyarakat. Pihak pengecer atau distributor tentu harus menyiapkan tempat yang memadai untuk menampung barang yang akan dikembalikan ke pabrik. Proses pengumpulannya pun berlangsung lama dan membuat barang tersebut kian menumpuk. Penyebab inilah yang membuat sistem tersebut kian meredup.

Masyarakat lebih menyukai sesuatu yang bersifat praktis dan sekali pakai. Hal ini ditunjukkan oleh maraknya penggunaan kemasan berbahan dasar plastik. Karena material tersebut dianggap lebih ringan, tidak menyita kapasitas tempat, dan biaya pembuatannya sangat terjangkau.

Pemerintah dan para pebisnis harus lebih kreatif mencari cara untuk melestarikan sistem reverse logistic. Sebab hal tersebut penting untuk meminimalkan masalah sampah dan efisiensi biaya di tingkat operasional.


Sumber :

https://magazine.job-like.com/mengenal-manfaat-reverse-logistic/

Sunday, September 13, 2020

Supply Chain on the Blockchain

Ep. 73 – TradeLens – Supply Chain on the Blockchain

SEPTEMBER 1, 2019 NETWORKS & TECHNOLOGY 00:54:18 1 COMMENT

TradeLens is a digital platform that empowers businesses and authorities along the supply chain with a single, secure source of shipping data, enabling more efficient global trade. Join us and Daniel Wilson, director of business development at TradeLens / Maersk and Juan-Jose Ruiz, Head of Strategy & Business Development at TradeLens / IBM to find out more about the exiciting TradeLens platform.

Daniel and Juan are jointly responsible for building out the investment case, as well as overseeing and implementing TradeLens mid to long term strategy, and managing third party engagements.


What is blockchain?

Today’s traditional ways of storing data, whether cloud native or locally are great if you’re able to trust with absolute surety, that the people and the organisations and the systems managing those data will do so essentially, with impunity. You have no risk that the data stored there and the systems will have any way of being challenged or corrupted.

However, we all know that these systems aren’t perfect, and they have limiting features on them. Even systems as secure as banks have billions of dollars stolen from them each year. Because something as simple as hacking in and changing numbers in accounts is something that is feasible, given today’s technology.

So basically, what blockchain is, is a way of moving away from the centralization of control and authority. It’s moving away trust from a single body and towards a distributed way of managing that information, and a distributed way of managing trust. Essentially what this means it that everybody within a blockchain network has a stake in the management of the system. Everybody has a way of checking the actions and activities of everybody else.

In an environment like supply chains this is very important as the idea of trusts and systems does not exist today as lots of paper and manual process are still being used in managing trade. What blockchain can enable, amongst other technologies, is a way of distributing digitization across the network, without centralising that control in any one party or body.


What is TradeLens?

Daniel used an analogy of the airport and planes to describe what is TradeLens. For example when Daniel books a flight to Europe from Newark airport in NY with United Airlines, he might find out that his plane is actually operated by Swiss Air on a different type of airplane leaving from a different terminal. However he can still choose his seat and check in using his United mobile app.

Basically, air travel for passengers is great because you have these all in one solutions in front of you on your phone. Containerized shipping isn’t like that. A typical container will have an end to end journey that involves as many as 30 organisations such as the port loading the container on the ship, the shipping line who has the ship, the banks providing financing, government’s providing certification and clearance and much more.

In those 30 organisations you’re dealing with at least 100 individuals and more than 200 information exchanges in the process of that container journey.

And today, the best case scenario for most of those information exchanges, is an EDI communication protocol, which is 1970s technology, it’s batch processing, it’s not particularly resilient. Outside of EDI you’re dealing with emails, phone calls, WhatsApp and texting. But in the majority of cases those information exchanges are being done with a lot of paper and faxing.


TradeLens is trying to address this lack of connectivity in three steps:

  • Integrating within the systems of those 30 organisations to convert their data into the data standards that TradeLens has adopted
  • Store the data into the TradeLens technology platform:
  • Shipment milestones for 121 unique event types on the container’s end to end journey
  • Documentation for TradeLens to receive, store and share documents in a structured or unstructured data format
  • Underpinning this data is the blockchain capability that adds immutability and their data sharing specification, which is the TradeLens permission framework, for ensuring that only the right people get access to the right data at the right time


The whole platform acts like an open and neutral operating system that exposes the network and its capabilities through a set of open APIs to the TradeLens marketplace on which both TradeLens and third parties can build and deploy capabilities to address specific use cases.

TradeLens brings together a supply chain ecosystem on a single shared and open platform that can be delivered by different parties to create value. The vision is to connect the ecosystem and to drive innovation.


Digitising documents onto the blockchain

The blockchain technology helps us in validating the documents related to a shipment. We can authenticate and identify the source of the organisations and the user who created those documents. We can manage the access to the documents and the information contained in those documents through the rules defined in the blockchain.

We can store the document in a secure way with the signature of the user who created that document. Blockchain provides that trusted paperless set of data registered onto the blockchain, that can replace the actual physical copies that are being used today.

Only a fingerprint of the document is put onto the blockchain, not the entire document. It certifies the origin of the document and that it hasn’t been tampered with. The data within the document comes in a structured format which enables automation of business flows through the use of smart contracts. This for example can replace some of the existing manual processes to check the contents of the document.


Integrating with the ecosystem

The main challenge in the shipping industry isn’t just that they have different degrees of being digital it’s that they have no ability to use the digital tools they presently have in a collaborative setting.

What these players presently do today is that they export CSV files or PDFs from their existing digital systems and share them with everybody else. TradeLens give them the opportunity to share their files in a structured data format through the TradeLens platform by integrating to it.

By integrating to the TradeLens platform they get 90% of the heavy lifting done by the platform. The platform ensures that all the players within the ecosystem that are connected to it have the latest technology with all of the necessary integration points. It provides them with the backbone on which to build applications on top of.


Standardisation of cargo containers and Malcolm McLean

In the 1950s a man called Malcom McLean initiated a process of standardization of cargo containers between shipping companies, harbours, trucks and trains, leading to massive productivity gains where in 1956, cargo cost $5.86 per ton to load whilst now it only costs $0.16 per ton to load. Whilst Malcom McLean was the catalyst for this change in 1956 it took a few decades for that cost to come down thanks to globalisation in the 90s and early 200s to bring it down to $0.16.

Similarly to the standardisation of cargo containers, TradeLens want to drive standardisation of data and communication.


Players within the TradeLens ecosystem

TradeLens interacts with the 30 organisations that are part of the containers end to end journey with the vision to move away from a series of point to point integration that exists in the present digital landscape to a fully open ecosystem.

70 ports and terminals around the world are connected to the TradeLens platform. With a dozen customer authorities around the world including Australia, Netherlands and Saudi Arabia.

TradeLens is working the banks and insurers to help them improve their existing business practices and reduce the costs of servicing their customers. Giving tools to shippers to improve their business propositions and empower them with access to data they couldn’t have in a timely manner.



CMA CGM and Mediterranean Shipping Company (MSC) join TradeLens

CMA CGM and Mediterranean Shipping Company (MSC), two of the world’s largest ocean carriers joined TradeLens in March 2019. This announcement helped to dispel some of the earlier sentiments that TradeLens would struggle signing up major marine cargo carriers. However they join a number of other carriers like Hapag-Lloyd from Germany), Ocean Network Express from Japan, and a number of regional carriers, logistic companies, exporters and many more. All of these different players play an important role in enriching the TradeLens ecosystem and validating the proposition.


Consortium approach or not?

The team at TradeLens debated whether or not to take a consortium approach into launching TradeLens. The challenge of the consortium approach is that you are as fast as the slowest member of the consortium.

Having the leading shipping line in the world, Maersk and one of the leading global IT company for business processes, IBM, the TradeLens team felt they could move faster whilst always engaging with the ecosystem. It wasn’t a consortium approach but a network first approach. It meant constantly engaging and talking to all the players within the ecosystem to ensure that the solution they built was for the market whilst moving very rapidly in a true start-up style.


TradeLens governance

The TradeLens platform is developed by a collaboration model. It isn’t a registered company, it’s an LLC or partnership it is two organisations, IBM & Maerks coming together with a shared purpose. Both Maersk and IBM each have separate business units fully devoted to working together on the TradeLens platform.

In terms of governance this comes in two facets:

  • Technology governance
  • Data governance


The first one is regarding the technology which is delivered in an open source manner to ensure that all participants have access to the source code and have a full understanding of the technology they are using. Whatever is built on the TradeLens platform is opened up as open standards to the entire ecosystem. This helps build trust.

The second facet is how TradeLens manages permissions. TradeLens has its data sharing specification which defines the access that people in organisations have by default to data. This is publicly available. The team regularly solicit input on the specification to ensure participants to the network know exactly where the data go when they publish it to the platform and who has access to it.

With regards to the commercial governance, as TradeLens is a collaboration between IBM & Maersk, they both need to have a consensus view on what decisions are made for the platform.

In addition to this consensus view is the imminent launch of the TradeLens advisory board. The purpose of that board is to act as the voice for the TradeLens ecosystem to ensure what is being developed in terms of standards, technologies and ecosystem capabilities reflect what the TradeLens ecosystem actually wants.


Canada Border Services Agency pilot

From left to right: Ayman Antoun, President, IBM Canada; John Ossowski, President, CBSA and Jack Mahoney, President, Maersk Canada.

For the pilot, TradeLens had the Canadian border service agency, a leading exporter and importer, a port authority and a leading logistic provider participating. The objective was for them to use the TradeLens platform for them to more efficiently and effectively share information between themselves and access to data they couldn’t efficiently collect today.

Several shipments ran through the platform over several weeks. Data that wasn’t previously digitised was digitised, reduced the number of information changes and specifically the Canadian customs it was about improving risk management and targeting. For example, they had better data to help them identify the containers they wanted to have a closer look at. In turn the other partners within the pilot would get better data from the Canadian customs to ensure that their containers would clear more rapidly than before.


Insurwave and Tradelens

Maersk is presently involved in two blockchain initiatives, TradeLens and Insurwave. Insurwave at the moment it is focused on the insurance market on hull (insuring the ship), insurance and reinsurance.

As Daniel puts it, Insurwave is ensuring the ship instead of the stuff inside the ship, whilst TradeLens is focused on managing the data of the stuff that’s on the ship rather than the ship itself. At the moment there isn’t any overlap between the two organisations.

However, in the future if Insurwave like other blockchain initiatives are interested in looking at how they can optimise information sharing to reduce risk, and to increase the accessibility of products in the insurance market. There’s scope for TradeLens to collaborate with Insurwave or any other platform out there.


Sumber :
https://insureblocks.com/ep-73-tradelens-supply-chain-on-the-blockchain/

Friday, September 4, 2020

Impact of COVID-19 on Digitization in Logistics

Impact of COVID-19 Pandemic on Digitization in Logistics Supply Chain Market


The key stakeholders in the digitization in logistics supply chain market are technology solution providers, technology service providers, logistics service providers, and end-user industries. The technology solution providers include connected device or other hardware manufacturers and software developers.

The technology service providers refer to the consultants or technology consulting service providers, integrators or implementation service providers, and others. A few of the prominent technology solution providers include Accenture Plc., IBM Corporation, SAP SE, and Capgemini. On the other hand, the technology service providers include The Supply Chain Consulting Group Ltd., REPL Group Worldwide Ltd., and Brain & Company Inc.

The digitization in logistics supply chainmarket was valued at US$ 11,794.24million in 2019 and is projected to reach US$ 23,607.06million by 2027; it is expected to grow at a CAGR of 8.5% from 2020 to 2027.

Developing countries in the world are experiencing rapid industrialization, which mainly results in the rise in number of manufacturing facilities. Various multinational companies have their manufacturing plants in several developing countries. The expansion of multinational companies to these countries generates substantial demand for strong internet capabilities to streamline numerous operations. The logistics and supply chain are among the key industries in any country, and due to the fast maturation of digital technologies in theseindustries, the demand for the same is escalating in developing countries.

This supports the growth of the Internet of Things (IoT) in developing countries. IoT-enabled processes boost task efficiency and reduce accidents. In addition, the IoT enables real-time monitoring, tracking, and tracing for both international and domestic transit, thereby offering higher levels of visibility to the service providers and customers into logistics.


Sumber :
https://www.tradove.com/blog/Impact-of-COVID19-Pandemic-on-Digitization-in-Logistics-Supply-Chain-Market.html?

Monday, August 24, 2020

Supply Chain Competencies

8 Must Have Supply Chain Competencies to Triumph in Your Career


The underlying Supply Chain technical competencies are skills, knowledge and characteristics that support the effective performance as Supply Chain professional. Given the global Supply Chain demands Supply Chain professional should never stop developing new skills and enhancing existing ones. Here are 8 core supply chain competencies that Supply Chain professionals need to master and continually improve (in no particular order!).

8 Technical Supply Chain Competencies


1.    Capacity Planning
Assuring that needed resources (e.g., manufacturing capacity, distribution centre capacity, transportation vehicles, etc.) will be available at the right time and place to meet logistics and supply chain needs. In other words, capacity planning focuses on determining the appropriate production levels that the company is capable of completing.

This also includes capacity planning with suppliers, at all manufacturing cells and also critical machine/equipment; this also includes overall Equipment Effectiveness (OEE) and Sales Inventory & Operations Planning (SIOP

2.    Demand Management
The demand management is the process of determining what customer will purchase and when, in other words predicting demand. The good demand management uses qualitative and quantitative methods to use customer data to reduce uncertainty, predict short-term incoming demand for use as input into the Sales, Inventory, & Operations Planning (SIOP) process.

The competency includes the use of high analytical techniques, excel spreadsheets and maybe software to generate baseline statistical forecasts. In my view demand management is one of the most important Supply Chain competencies.

You can use this Demand Forecast Guide to take your Demand Management Skills to the next level.

3.    Order Processing
Out of all supply chain competencies, Order Processing is the most underrated competency. Order processing entails the system that an organisation has for getting orders from customers, checking the status of orders, communicating with customers about them, and actually filling the order and making it available for customers. In some business, it also includes processes until invoicing.

Part of the order processing includes checking inventory status, customer credit and accounts receivable in some businesses. Because the order processing cycle is a key area of customer interface with the organisation, it can have a big impact on a customer’s perception of service and, therefore, satisfaction (Shapiro, B.P. et. al. 1992).

The knowledge and skills are necessary to manage the receipt and scheduling of customer orders. Processes included in this competency include standard order receipt, exception identification, and exceptional resolution. Key to the success of this function are 1) the ability to work effectively with customers to clarify requirements and negotiate solutions when constraints exist, and 2) the ability to work effectively with other company functions to assess the ability to meet customer needs and to develop workaround solutions when necessary.

4.    Master Production Scheduling
The Master Production Scheduling is a statement of the anticipated manufacturing schedule for selected items by quantity per planning period (Fogarty and Hoffman 1983; Higgins and Tierney 1990). It is a response to the forecast demand described by the production plan, and the actual demand in terms of received customers’ orders.

This supply chain competency also includes evaluation of plant capacity effectively, attaining the strategic objectives of the business as reflected in the production plan.

Unlike a forecast of demand, the master schedule represents a management commitment, authorizing the procurement or manufacturing or materials in most cases.

5.    Inventory Management & Optimization
Inventory management is a practice to manage inventory as working capital. The key objective of inventory management is to increase corporate profitability through improved inventory activities such as demand planning, inventory optimization, safety stock management, excess and obsolete inventory management or right inventory levels to meet customer services expectation with a minimum possible inventory. You can read another useful The Ultimate Guide to Inventory Planning Methods and Excess and Obsolete Inventory Policy Guide – Revised & Updated to get in-depth knowledge of Inventory Management and improve this move have competency.

You can find also refer to 18 Targeted Inventory Reduction Strategies for Supply Chain Professionals

6.    Materials Replenishment Planning
SAP has defined this competency very well as, “the main function of material requirements planning is to guarantee material availability, that is, it is used to procure or produce the requirement quantities on time both for internal purposes and for sales and distribution. This process involves the monitoring of stocks and, in particular, the automatic creation of procurement proposals for purchasing and production.

In doing so, material requirements planning tries to strike the best balance possible between

  • Optimizing the service level and
  • Minimizing costs and capital lockup.

The material requirements planning process needs all the information on stocks, stock reservations, and stocks on order to calculate quantities, and also needs information on lead times and procurement times to calculate dates. The material requirements planning defines a suitable MRP and lot-sizing procedure for each material to determine procurement proposals“.

This supply chain competency includes the ability to take the Master Production Schedule replenishment quantities and “explode” quantities through the bill of materials to create component requirements, which are compared against on-hand and on-order and forecast. Purchasing or manufacturing orders are subsequently planned and either placed or deferred by pull in or push out messages.

To Improve this competency I have developed an inventory planning pack, where you can find all the tips, trick and theory on how to manage materials replenishment and Excess and Obsolete inventory.

7.    Logistics, Warehousing and Distribution
One of the key supply chain competence is to management physical flow of the goods, which mean the knowledge and skills necessary to effectively manage logistics communication, warehouse and storage management, material handling and distribution of goods (including reverse logistics).

This includes activities like Goods-in (receiving), put-a-way to stores, picking, packing, shipping and managing return goods from the customer. The competency includes the knowledge and understanding of above-mentioned activities, creating the right processes as well as effective application. You should refer to blog 5 Basics Warehouse Activities You Should Focus to Improve to understand more details.

Furthermore, you should use this Self-Assessment type Warehouse Audit Tool. This warehouse audit tool enables you to identify areas for improvement.

8.    Knowledge of Continuous Improvement Processes or Methods
As the name suggests knowledge of the processes or methods that seek to improve performance, which assumes more and smaller incremental improvement steps. In general learning and implementing the best known of these are the aforementioned: lean manufacturing (JIT), Six Sigma, Lean Six Sigma, and Agile.

Bu learning these philosophies it is not the rate of improvement which is important, it is the momentum of improvement in the area you want to improve.

If you are looking for Six Sigma Project Examples you can find here. And refer to this 5S Kaizen Guide to Eliminate the clutter with Sort, arrange with Straighten, sparkle with Shine, create a proper guideline with Standardize, and inspire with Sustain.

Final Thoughts:
Those are the 8 most indispensable Supply Chain competencies I believe. Each of them has definitely given my career a huge technical edge.


Sumber :
http://www.scmdojo.com/8-must-have-supply-chain-competencies/



Wednesday, August 19, 2020

Ongkos Logistik RI

Ongkos Logistik RI Masih Mahal, Kalah dari Tetangga di ASEAN

17 August 2020


Biaya logistik melalui laut yang mahal menyebabkan transportasi maritim Indonesia masih tertinggal jauh dari negara lainnya. Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Agung Kuswandono menyebut ini sangat disayangkan.

Sebab, Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia, sehingga potensi menggali transportasi laut sangat besar.

"Biaya logistik kita di RPJMN 2015-2019 yang lalu itu sebesar 23,2%, relatif lebih tinggi dibanding negara-negara ASEAN, apalagi Asia. Mereka sudah sampai 4%-5%. Artinya masih banyak cost yang perlu kita turunkan. Target 2024 di 18%, meski target turunnya gak terlalu jauh, tapi jangan membuat kita kerja slow," kata Agung dalam webinar Marine & Logistics Academy, Senin (17/8/2020).

Menurut dia, jika ada negara Asia lain sudah bisa mencapai angka 5%, maka usaha untuk ke arah sana perlu ditingkatkan. Kerja sama untuk mencapai itu pun perlu ditingkatkan, bukan justru bekerja sepotong-potong dan tidak terintegrasi antara satu instansi dan lainnya.

"Padahal di luar negeri pelanggan kita luar besar tapi di dalam kita kejar yang sifatnya kecil-kecil. Pelabuhan Indonesia mana yang bisa disandari kapal kargo dengan kapasitas besar seperti di Singapura atau Abu Dhabi? Pelabuhan-pelabuhan kita paling besar kapasitasnya menengah, itu pun baru-baru ini saja mereka bisa masuk," ujar Agung.

"Infrastruktur kurang bagus, draft (badan kapal yang tenggelam di air) masih dangkal, pelayanan kurang baik dan seterusnya. Ini jadi PR yang kita perbaiki bersama," lanjutnya.


Sumber :
https://www.cnbcindonesia.com/news/20200817162820-4-180347/ongkos-logistik-ri-masih-mahal-kalah-dari-tetangga-di-asean

Monday, August 17, 2020

3PLs Add Value

November 13, 2019


Increasing consumer expectations, market uncertainty, and other recent trends have only enhanced the value 3PLs bring to shippers. From technology innovations to process insights, here are the ways 3PLs unlock and increase supply chain efficiencies.

Through a continued focus on innovation, technology, and fostering strong client relationships, third-party logistics providers (3PLs) are thriving as they help clients move and store goods more efficiently and effectively. Indeed, the 3PL industry is the healthiest it has been in a long time, says Joe Couto, chief operating officer with HighJump, a provider of supply chain solutions.

Companies turn to 3PLs for several reasons. One is economies of scale. When 3PLs purchase technology and equipment, they're able to amortize their investments over the many shippers with which they work. As a result, most can make investments that would be outside some shippers' budgets. "For many small shippers, transportation can be an afterthought," says Amit Saini, vice president of enterprise services with Noodle.ai, a provider of enterprise artificial intelligence solutions. That's not the case with 3PLs.

Indeed, many 3PLs continually invest in warehouse, transportation, and labor management systems. "Those are real-time execution systems to help plan labor and equipment and maximize space,"says Michael Wohlwend, managing principal with Alpine Supply Chain Solutions Consulting. "Slotting optimization is also popular to support a 3PL customer's lifecycle."


In addition, many 3PLs are looking for capabilities, such as the ability to pick and fill online orders and provide next-day service, that will enable them to help clients more effectively navigate a market increasingly ruled by e-commerce.


ADVANCED TECHNOLOGIES BRING EFFICIENCY GAINS
The current interest in warehouse robots that can bring goods to people will continue, says Jack Buffington, director of plant logistics with MillerCoors Brewing Company in Golden, Colorado. Fueling this trend is the move by many robot manufacturers to offer "robots as a service." 3PLs can add to or subtract from their robot workforce as needed, and with a more modest investment than many previous automating systems required.

Along with automating previously manual tasks, robots will be able to provide analytics and data based on their constant observations of the workplace. For instance, a robot may be able to suggest a more efficient warehouse layout. "While robots' primary value is productivity and automation, in the near future it will be to analyze data," predicts Stefan Nusser, vice president of product with Fetch Robotics.

Artificial intelligence (AI), while still an emerging capability, will become increasingly critical to 3PLs. While most transportation management systems (TMS) operate by rules—if A, then B; if C, then D—the real world rarely does.

"AI systems, by definition, are probabilistic," Saini says. They can incorporate external data, such as weather forecasts, and find opportunities to optimize all legs of a journey. AI will help 3PLs keep their assets moving and full, generating savings they can pass on to shippers.

Because 3PLs work with multiple shippers, they're often able to identify opportunities for transportation network improvements that might not be readily apparent, Saini adds. Similarly, they may see patterns in an overall market that show, for instance, a shift in demand that an individual shipper might not be in a position to notice.


STREAMLINING E-COMMERCE
The growth of online ordering has enhanced the value 3PLs can provide. Customers' increasing expectation of next- or same-day delivery adds to transportation complexity. Many 3PLs have gained experience in tight delivery deadlines and omni-channel distribution, and companies in other industries are leveraging that expertise.

"Companies are focusing on their core competencies and letting companies that specialize in logistics manage the distribution," Wohlwend says.

For instance, by leveraging a 3PL, beer company MillerCoors doesn't have to invest in trucks and other transportation assets. Instead it can allocate its budget to the areas where it's an expert. Indeed, by working with 3PLs, shippers can access transportation and warehousing assets on a variable, rather than a fixed-cost, basis.

And because 3PLs often have space in a network of warehouses, they may be able to cut the time required to deliver goods to customers, says Jim Fleming, supply management program manager with the Institute for Supply Management.

Many 3PLs also have gained expertise in handling the myriad tax and regulatory responsibilities inherent in importing and exporting goods. Their knowledge of international shipping also can help shippers navigate sudden changes in trade agreements and tariffs.


STRENGTHENING SHIPPER-3PL RELATIONSHIPS
As the cost and complexity of technology integrations continue to decline, communication between shippers and 3PLs has become easier and less expensive.

The Transportation Intermediaries Association, a trade group for 3PLs, has formed a technology committee to work on the "neutralization" of technology, says Robert Voltmann, president and chief executive officer. That is, in an ideal world, a 3PL would be able to move information between carrier and shipper, no matter which system each is using.

Today's 3PLs are increasingly interested in establishing partnerships with their clients. Many of the largest players can handle all parts of shippers' supply chains across the globe, Couto says. Regional players are offering more value-add services, such as returns management or light assembly work, he adds.


OFFERING RESPONSIVE CUSTOMER SERVICE
Since its launch 20 years ago, Jarrett Logistics Systems has earned the trust of numerous clients, from Fortune 500 firms to small- and mid-sized companies. Together, its clients span nearly 500 locations in 43 states, all Canadian provinces, and locations across Mexico. Jarrett remains one of the largest privately held 3PLs in North America.

The keys to Jarrett's growth and success? Its employees, as well as industry-leading technology. "We have great people who provide exceptional customer care," says founder Mike Jarrett.

One sign of this: between 7 a.m. and 9 p.m., no calls go to voice mail. "If you call, you're going to reach someone to speak to," he adds. Similarly, the information and logistics employees in the JLS Routing Center are accessible around the clock, 365 days a year, with an average answer time of less than 8.5 seconds.

When recruiting, Jarrett looks for candidates who embody character, integrity, honesty, and a strong work ethic. "You can train someone to do a specific job, but you can't train someone to be honest and hardworking," Jarrett says.

When new employees learn the company's processes, procedures, and technology platform, they also learn "the why." "That is, why do you come to work every day?" Jarrett says. "There's a sense of purpose, a passion in working here."

With this foundation, employees understand both the business functions with which they'll be working, as well as the way Jarrett cares for its customers. "Customers do business with us because they not only value the services we provide, but they also know us, like us, and trust us," Jarrett says.

Through a "mass customization" approach, Jarrett tailors its services and technology—such as jShip, its proprietary and cutting-edge transportation management system—to best meet the needs of each customer.

For instance, Jarrett helped a large client in the rubber industry eliminate most of its safety stock. To achieve this, its systems provide complete visibility to all goods coming from suppliers, as well as their forecast arrival dates.

The result? "The company no longer needs large amounts of safety stock when scheduling production," says Matt Angell, vice president, logistics operations.

Jarrett manages the returns logistics process for many of its consumer packaged goods clients, and helps them with OTIF—the on-time, in-full metric that many retailers use to score their suppliers. Jarrett can manage the delivery process with the precision and efficiency required to comply with OTIF, helping clients avoid costly penalties and fines.


PROVIDING CUTTING-EDGE TECHNOLOGY
As part of its commitment to remain at the forefront of technology, Jarrett is implementing new software with AI capabilities. An algorithm quickly analyzes customers' shipping patterns to predict future behavior. By leveraging this information, they're able to shift to lower-cost options. "We're excited to be at the forefront of this technology," Jarrett says.

Jarrett's dedication to cutting-edge technology and exceptional customer care helps explain why the company has earned a spot on the Inc. 5000 Growth List 14 times—an accomplishment only five other businesses have under their belt.


BUILDING A THRIVING BUSINESS FROM SOLID INDUSTRIAL ROOTS
It's safe to say few 3PLs trace their roots to a 19th-century paper company, and Sunset Transportation is proud of its industrial history. More than 100 years after John R. Williams and Melville C. Libby formed Williams Paper, a family-owned business still operating today, Jim Williams—John's grandson—leveraged the company's fleet of trucks to start a successful backhaul program. With that, he entered the logistics field, bringing a strong focus on high customer service and family-style values.

The program Jim created grew so quickly that in 1989, he left Williams Paper to open Sunset Transportation, now a thriving 3PL based in St. Louis, Missouri, with seven branch offices throughout the Midwest and southern United States, along with over 40 agent offices nationwide.

Jim serves as chief executive officer and his daughter, Lindsey Graves, now runs the company as chief operating officer. She has grown from the bottom up, working through all departments for the past 15 years and was a finalist for the 2019 Distinguished Woman in Logistics Award, sponsored by the Women in Trucking Association, the Transportation Intermediaries Association, and Truckstop.com.


DRIVING SHIPPER INNOVATION
While Sunset traces its roots to the 1800s, it has always focused on driving shipper innovation, as shown in its LOGIK platform, scheduled for full release in late 2019. A proprietary, web-based portal, LOGIK offers shippers unprecedented visibility to both their domestic and international shipments, across all stages of the freight lifecycle, including shipment history, in-transit tracking and shipment status, and freight audit and payment analytics.

By providing on-demand visibility to all domestic and international modes, even before pickup, shippers can address non-compliance and overspend before they occur. Historically, shippers often had to wait several weeks after a shipment concluded before they could access post-shipment analysis and reporting.

"We wanted to get ahead of common issues by creating a dashboard that's dynamic, actionable, and cutting-edge," says Tracy Meetre, vice president of sales and marketing.

To meet its goal, Sunset partnered with Information Builders, which helps companies leverage data and analytics to drive digital transformation. Together the companies created a data warehouse and portal that merges data from multiple systems, enabling shippers to see their shipments in transit. "Customers can identify any shipment's location on a responsive map and watch the shipment as it travels across the water," Meetre says.

LOGIK also can sound an alert if, for instance, an employee is initiating a shipment with a non-preferred carrier, incurring additional costs. While the shipper may still choose to use the carrier, it's an intentional decision. "We provide information that's upfront and actionable," Meetre says.

Moreover, Sunset can provide this state-of-the-art technology to customers that may have assumed such tools were outside their budgets. Because Sunset is smaller than some other 3PLs, its overhead also tends to be lower. Yet as shippers grow, Sunset's technology and culture are nimble enough to scale alongside them.

Sunset employees want to "make the person who engages our services look like a superhero," Meetre says. They do this by building strong partnerships and leveraging robust, accessible tools and analytics that help clients take an intelligent approach to managing their supply chains. Some of Sunset's customers have been with the company for generations. "We invest in them and become extensions of their organizations," she adds.


PROVIDING DIFFERENTIATED VALUE
Over the past decade, LFS, Inc. has "built a spirit of entrepreneurship, which now defines our culture, along with creativity, passion, commitment, attitude, and teamwork," says Andres Lopera, chief executive officer and integrator with the Florida-based firm. "We engage shippers in the way, shape, and form they ask, and are committed to providing substantial, differentiated value to their supply chains."

This approach has helped propel LFS from five to more than 200 teammates. Along the way, it has helped its partners improve their ground transportation processes and productivity in the United States, Mexico, and Canada, with Europe as a recent addition.

While LFS remains largely focused on transportation operations, it has also opened sister companies with different focuses. This includes SKHOLL, a cargo insurance broker underwritten by some of the biggest names in the industry.

LFS also offers a unique loyalty program, LFS Rewards, through which shippers accrue rebates and value-adds like insurance coverage and credits to offset their accessorial charges, all at no additional cost. What's more, shippers don't have to hit a spend tier to activate LFS Rewards.


REAL-TIME PRICING FOR OTR TRANSPORTATION
LFS has long offered shipper-specific, real-time pricing for all modes of over-the-road transportation. To accomplish this, LFS draws from its comprehensive database of full truckload (FTL) rates that can be searched, or fed via API, in live production.

LFS' internal Quality Assurance (QA) team ensures adherence to both shippers' and LFS' processes and expectations. QA teammates maintain live visibility of all operations in progress. As a result, they can quickly identify divergences and coordinate with the LFS operations teams to return an operation to proper functioning.

Recently, LFS went through a vendor compression process with an existing partner that had been working with 60-plus truck brokers. Not surprisingly, this approach bloated its transportation costs and degraded operational performance, with no consistency in dispatches or lane awards.

LFS is one of four 3PLs remaining with the company. Because of this consolidation, the shipper improved on-time performance by 7% and boosted billing accuracy and timeliness by 14%, among other benefits. "The consolidated vendor scope allows them to focus on process adherence and consistent performance against those processes across vendors," Lopera says.

Technology continues to be LFS' primary investment, with a focus on business intelligence and the graphic user interface of all its platforms. "As we add more functionality, we also add more simplicity, so users can find the data they're seeking with as few movements as possible," Lopera says.

Unlike some brokers that focus on the number of offices and head count, LFS prefers to strategically place sales personnel who work remotely and, when requested, ops personnel who act as in-house team extensions of its partners. Keeping costs in line is key, Lopera says, given the likelihood of continued margin constrictions and greater use of technology. At the same time, the services offered by 3PLs will, ideally, be more bespoke.

"LFS is well poised to crush performance expectations with customized service, innovative solutions, and a very attractive cost structure," Lopera says.


Sumber :
https://www.inboundlogistics.com/cms/article/3pls-add-value/

Related Posts