Pages

Saturday, June 27, 2020

FIFO


FIFO adalah singkatan dari First In, First Out (Pertama Masuk, Pertama Keluar), yang merupakan cara mengatur sesuatu terhadap waktu dan prioritas. Prinsip ini digunakan sebagai teknik pengolahan antrean untuk melayani permintaan yang saling bertentangan dengan proses pemesanan berdasarkan perilaku first-come, first-served (FCFS): di mana orang-orang meninggalkan antrean dalam urutan mereka tiba, atau menunggu giliran satu di sebuah sinyal kontrol lalu lintas.

FCFS juga merupakan jargon istilah untuk sistem operasi penjadwalan algoritme FIFO, yang memberikan setiap proses CPU waktu sesuai dengan urutan mereka datang.

Terdapat prinsip lain selain FIFO yaitu LIFO (Last-In-First-Out), FILO (First-In-Last-Out), dan OFFO (On-Fire-First-Out).

Metode FIFO ini didasarkan pada asumsi bahwa aliran cost masuk persediaan harus dipertemukan dengan hasil penjualannya. Sebagai akibatnya, biaya per unit persediaan yang masuk terakhir dipakai sebagai dasar penentuan biaya barang yang masih dalam persediaan pada akhir periode (persediaan akhir).

Dalam penerapan metode FIFO berarti perusahaan akan menggunakan persediaan barang yang lama/pertama masuk untuk dijual terlebih dahulu. Jadi biasanya persediaan akhir barang dagangan akan dinilai dengan nilai perolehan persediaan yang terakhir masuk. Metode FIFO cocok diterapkan pada perusahaan yang menjual produk yang memiliki masa kadaluarsa, seperti makanan, minuman, obat dan lain sebagainya.

Metode FIFO merupakan metode yang paling umum digunakan dalam penilaian persediaan.


Sumber :
https://id.wikipedia.org/wiki/FIFO
https://www.jurnal.id/id/blog/2018-perbedaan-metode-persediaan-fifo-lifo-dan-average/

Sunday, June 14, 2020

Bisnis Logistik Tak Lagi Sama Setelah Pandemi Berlalu


Oleh : Eko Edhi Caroko

Kamis, 11 Juni 2020 - 12:14 WIB

Dampak dari pandemi virus Covid 19 (corona) memang begitu dahsyat. Mahluk yang hanya berukuran micron ini telah meluluh lantakan kehidupan manusia. Wabah Corona yang muncul sejak Desember 2019 di Wuhan China hingga Juni ini telah menjangkiti lebih dari 7,1 juta penduduk di dunia dan membuat 400 ribu orang meninggal dunia.Di Indonesia data per 10 Juni 2020 sudah lebih dari 34 ribu orang positif Covid 19 dan mereka yang meninggal dunia akibat virus yang mematikan ini sudah hampir mencapai 2000 orang.

Pandemi Corona yang awalnya merupakan masalah di sektor kesehatan telah menyebar ke berbagai sektor kehidupan. Mulai dari transportasi, pendidikan, sosial, keamanan, keuangan hingga bisnis.
Wabah ini juga memukul bisnis logistik, khususnya yang menggunakan transportasi laut. Trisnawan Sanjaya, Wakil Ketum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Bidang Supply Chain & E-Commerce mengatakan, wabah Covid-19 berdampak besar terhadap lapis (tier) bisnis logistik paling hulu, seperti logistik di industri manufaktur.

Menurutnya hingga April lalu ship call (di Tanjung Priok) anjlok dari 150 kapal menjadi 50 kapal. Begitu juga dengan kargo di BandaraSoekarno-Hatta dari 50 pesawat turun menjadi hanya 35 pesawat saja. Begitu juga dengan Indonesian National Shipowners Association (INSA) mencatat pendapatan perusahaan pelayaran nasional mengalami kemerosotan yang tajam sejak pandemi Covid-19. Baja juga: Berupaya Makin Eksis di Layanan Kargo, Garuda Luncurkan KirimAja.

Seperti dijelaskan Carmelita Hartoto, Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto, hingga April lalu pendapatan angkutan penumpang telah merosot 75% hingga 100%. Untuk angkutan kontainer kondisinya juga hampir sama, pedapatan merosot 10% sampai 25%. Lalu untuk angkutan jenis barang lainnya seperti, curah kering, liquid tanker, tug and barges, juga mengalami penurunan pendapatan 25% sampai 50%.

Kondisi perusahaan pelayaran saat ini makin memburuk, karena juga harus menghadapi merosotnya harga minyak dunia. Akibat dari anjloknya harga minyak dunia, membuat aktivitas perusahaan Migas baik di hulu hingga hilir berkurang. Mereka terpaksa harus melakukan efisiensi. Bahkan ada diantaranya yang harus stop operasi.

Apa yang terjadi di sektor Migas itu, membuat pelaku usaha pelayaran merasakan imbasnya. Perusahaan Migas mengurangi support dari perusahaan pelayaran. Seperti penurunan sewa atau renegosiasi kontrak 30% hingga 40 %.

Padahal di sisi lain, biaya yang harus dikeluarkan perusahaan pelayaran tidak berkurang, bahkan cenderung bertambah. Seperti untuk pembiayaan leasing dan spare part kapal yang menggunakan mata uang dolar AS.

Di saat pandemi seperti ini banyak juga pelanggan yang menunda pembayaran sewa. Cash flow perusahan pun ikut terganggu. Menurut Carmelita saat ini perusahaan pelayaran dalam situasi yang sulit. Mereka butuh stimulus yang tepat serta cepat dari pemerintah maupun stakeholder lainnya.

Seperti diketahui, pemerintah memang telah memberikan stimuls untuk pelaku bisnis. Untuk sektor pelayaran, pemerintah memberikan dispensasi perpanjangan sertifikat kapal dan sertifikat crewing yang tidak membahayakan aspek keselamatan. Ada juga dispensasi pemberlakuan penundaan docking untuk kapal yang sedang dalam masa operasional. Menurut Carmelita, INSA sangat mengapresiasi stimulus yang telah diberikan tersebut. Meski demikian, pihaknya juga masih menantikan stimulus-stimulus lainnya untuk industri pelayaran.

Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldi Ilham Masita menjelaskan wabah Corona telah merubah prilaku konsumen yang pada akhirnya mengubah juga peta bisnis logistik. Pelaku bisnis logistik di lini Business to Customer (B2C) dan Customer to Customer (C2C) mengalami peningkatan permintaan yang signifikan. Sebaliknya pemain logistik Business to Business (B2B) mengalami penurunan. Ini terjadi karena ada perubahan perilaku belanja dari konsumen yang bergeser ke ranah online untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Itu bisa terlihat dari kategori produk yang dikirim yang mengalami perubahan. Sebelum pandemi produk fesyen dan elektronik menjadi primadona. Kini permintaan untuk pengiriman produk-produk kebutuhan pokok, seperti makanan justru meningkat.

Secara umum, diakui oleh Zaldi Ilham Masita tahun ini pertumbuhan bisnis logistik akan mengalami penurunan alias minus. Setelah dalam lima tahun terakhir selalu mengalami pertumbuhan yang positif.

Menurunnya pertumbuhan bisnis logistik akibat Covid-19 membuat persaingan semakin sengit. Di satu sisi, pelaku usaha dituntut memberikan pelayanan lebih cepat dan mudah (pick-up), sementara di sisi lain, biaya operasional meningkat karena harus meningkatkan safety terhadap virus.


Masa Depan Datang Lebih Cepat

Prilaku konsumen yang berubah juga harus segera diantisipasi oleh pelaku usaha logistik. Menurut Zaldi Ilham Masita, datangnya wabah Corona, bisa diartikan sebagai alarm, ataumorning call bagi pelaku bisnis logistik. Saat ini permintaan konsumen bergeser ke komoditas primer (core products), seperti makanan dan produk segar.

Diakui oleh Zaldi Ilham, wabah Covid-19 telah mendorong percepatan evolusi permintaan konsumen terhadap layanan logistik atau e-commerce dari produk manufaktur ke core fresh products. Perubahan ini jelas jadi tantangan berat buat pelaku usaha logistik. Pasalnya, produk-produk segar (fresh) membutuhkan penanganan yang tidak mudah. Di saat pandemi konsumen menuntut penanganan dan pengiriman produk segar yang cepat tetapi juga murah.

Dalam sebauh diskusi mengenai dampak wabah corona terhadap bisnis logistik yang diselenggarakan beberapa waktu lalu, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos, dan Logistik Indonesia (Asperindo) Mohamad Feriadi mengatakan, wabah Covid19 telah membuat masa depan datang lebih cepat.

Pelaku usaha dipaksa harus belajar lebih cepat dalam menghadapi perubahan perilaku konsumen. Penggunaan teknologi modern pun kini sudah jadi kebutuhan utama bagi peruasahaan logistik.
Menurutnya, dampak Covid-19 akan sangat bergantung dari model bisnis masing-masing perusahaan. Bagi perusahaan berbasis digital dan berorientasi konsumen, kondisi saat ini bisa tumbuh. Tetapi, bagi yang mengandalkan pelanggan korporasi akan mengalami penurunan bisnis. Pada akhirnya pelaku usaha logistik yangbakal bertahan dari dampak Covid-19 adalah yang memiliki jaringan fisik luas, teknologi yang baik, dan business model yang tepat.

Disadari atau tidak, menurut mantan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, life never be the same setelah pascapandemi Covid-19. Saat berbicara sebagai narasumber dalm diskusi bertajuk Surviving the Covid-19, Preparing the Post, mantan Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia ini menjelaskan, Semua orang akan menyesuaikan diri terhadap social distancing atau physical distancing, termasuk dalam berbisnis sehigga pelaku usaha perlu menata ulang bisnisnya dengan pelanggan. Ke depan, pelaku bisnis logistik tidak lagi sekadar mengirim barang saja, tetapi harus bisa berperan menjadi konsultan bagi pelanggannya.

Menghadapi dampak Covid-19, ada dua saran yang diajukan Jonan.

Pertama, perusahaan logistik harus menerapkan teknologi informasi dan harus bisa mementukan konsumen potensial. Ia mengatakan salah satu kekurangan bisnis logistik di Indonesia adalah yang kurang menggunakan TI. Menurutnya, pengalaman membuktikan saat memimpin PT KAI, penggunaan digitalisasi efektif meningkatkan efisiensi dan mengubah budaya bisnis menjadi lebih baik.

Kedua, pada masa sepi order ini merupakan waktu yang tepat bagi perusahaan untuk mendekatkan diri ke pelanggan. Mencari tahu apa saja ekspektasi dari mereka terhadap layanan logistik. Melalui cara ini, perusahaan akan bisa mengetahui siapa saja pelanggan loyal serta potensial, dan mana yang tidak.

Direktur Utama PT Lookman Djaja, Kyatmaja Lookman mengungkapkan, wabah Covid-19 memang berdampak besar terhadap bisnis angkutan barang atau trucking, terutama dari sisi operasional dan biaya.
Ada beberapa biaya ekstra di bisnis trucking yang muncul akibat pandemic Covid-19. Diantaranya peningkatan safety pengendara dan kenaikan biaya untuk mencegah penyebaran virus di tengah kebijakan pembatasan sosial di berbagai daerah.

Sopir truk, termasuk surat-surat yang dibawanya, bisa menjadi media efektif untuk menularkan virus corona karena mereka bergerak dan berinteraksi dengan banyak orang. Oleh karena itu, perusahaan harus melengkapi mereka dengan masker, sarung tangan, disinfektan dan lain-lain.

Kyatmaja Lookman memperkirakan, wabah Covid-19 akan mengubah cara orang melakukan bisnis, seperti pascaserangan teroris 9 September 2000. Sejak saat itu, protokol keamanan diperketat, semua gedung menggunakan metal detector. Begitu juga wabah Covid-19 bakal membuat thermal gun, masker dan sarung tangan untuk sopir menjadi sesuatu yang wajib. Selain itu, digitalisasi dan data akan semakin meningkat untuk mengurangi interaksi langsung antar-manusia.


Sumber :
https://ekbis.sindonews.com/read/66104/34/bisnis-logistik-tak-lagi-sama-setelah-pandemi-berlalu-1591851973

Kebiasaan Ritel Baru dari Coronavirus

Kebiasaan ritel baru dari coronavirus 'tertanam' di pembeli, kata CEO Tractor Supply

Konsumen kemungkinan akan tetap berpegang pada kebiasaan berbelanja yang diambil selama pandemi coronavirus di masa depan, menurut Hal Lawton, CEO Tractor Supply Company. Rantai persediaan pertanian telah menjadi salah satu saham ritel berkinerja terbaik di S&P 500 selama wabah.

Mengutip tren yang terlihat di negara-negara yang tertular virus lebih awal dari Amerika Serikat, Lawton mengatakan Kamis bahwa pelanggan masih akan tertarik pada metode belanja seperti memesan produk secara online dan mengekang pickup 12 hingga 18 bulan dari sekarang.

“Banyak perilaku baru ini akan tertanam dalam benak pelanggan,” kata Lawton kepada Matthew Shay, CEO grup perdagangan industri National Retail Federation, dalam sebuah percakapan yang disiarkan langsung di Zoom.

Dia juga mengatakan preferensi konsumen untuk metode pembayaran tanpa kontak akan terus "merebut" kecenderungan mereka untuk menggunakan uang tunai, dan bahwa mereka akan lebih cenderung mengunjungi pengecer di mana mereka dapat memenuhi berbagai kebutuhan produk dan mengurangi perjalanan belanja.

"Pelanggan tidak ingin pergi ke pengecer di mana mereka hanya dapat membeli satu kategori," katanya.

Tractor Supply berada di posisi yang tepat untuk terus memanfaatkan tren ini, menurut Lawton, yang menjadi CEO pengecer pada Januari. Perusahaan mengeluarkan perkiraan kuartal kedua yang kuat pada akhir Mei yang memperkirakan peningkatan penjualan bersih dari 24% menjadi 29% dan pertumbuhan penjualan toko yang sama dari 20% menjadi 25%. Pengecer bahkan berencana untuk membangun 85 toko baru tahun ini, menambah hampir 1.900 lokasi Pasokan Traktor di 49 negara bagian, menurut Lawton.

"Kami merasa sangat baik tentang model bisnis kami dan buku pedoman yang kami miliki," katanya.

Saham Tractor Supply, yang memiliki nilai pasar $ 13,7 miliar, baru-baru ini turun hampir 2%, di tengah penjualan di pasar yang lebih luas. Saham perusahaan naik hampir 28% sejak awal tahun. Sebagai perbandingan, S&P Retail ETF turun hampir 6% dalam perdagangan Kamis, dan telah kehilangan 11% dari nilainya sejak awal tahun.

Meskipun toko pengecer telah terbuka di seluruh pandemi sebagai bisnis penting, perusahaan telah berinvestasi dalam memperluas penjualan online dan layanan penjemputan di pinggir jalan, termasuk fitur digital yang memungkinkan pelanggan untuk mengirimkan model dan warna mobil mereka untuk membuatnya lebih mudah untuk karyawan untuk menemukannya di tempat parkir, menurut Lawton.

Dia mengatakan bahwa 80% dari pesanan pengecer yang ditempatkan secara online dijemput di toko-toko dan Tractor Supply akan terus meluncurkan fitur-fitur yang membuat penjemputan di pinggir jalan dan pengiriman di hari yang sama lebih mudah di musim gugur.

Format toko Tractor Supply juga "tidak mengintimidasi" dan lebih kecil daripada yang ditemukan di banyak pengecer kotak besar, menurut Lawton. Dia mengatakan bahwa lebih mudah bagi pelanggan untuk bernavigasi secara efisien dan bagi karyawan untuk menemukan produk yang dapat mereka kirimkan dengan cepat kepada pelanggan melalui pickup pinggir jalan.

Bahkan dengan format yang lebih ketat ini, toko-toko Tractor Supply masih menawarkan beragam produk yang menarik minat baru pelanggan dalam hobi luar ruang yang muncul di tengah pandemi, menurut Lawton. Dia mengutip mengangkat bedeng kebun dan penanaman sayuran sebagai kategori dengan "partisipasi tinggi sepanjang masa" karena konsumen menjadi tertarik pada "revitalisasi pedesaan" dan berupaya memperbaiki rumah mereka.

"Di situlah Amerika berada sekarang," kata Lawton. "Orang-orang tidak akan berlibur."

Dia mengatakan minat dalam kategori produk luar ruangan kemungkinan akan bertahan hingga musim gugur seiring pandemi berlanjut.

"Saya pikir itu akan tetap di masa mendatang, terutama jika tidak ada vaksin," katanya.\


Sumber :
https://www.cnbc.com/2020/06/11/new-retail-habits-from-coronavirus-ingrained-in-shoppers-tractor-supply-ceo-says.html?&qsearchterm=supply%20chain

Marc Engel, Unilever: "Rantai pasokan akan menjadi jantung dari memenangkan bisnis di masa depan"

Untuk tahun kedua berturut-turut, Marc Engel telah mendapatkan gelar Eksekutif Rantai Pasokan # 1 di Eropa. Penghargaan ini diberikan setiap tahun oleh Media Rantai Pasokan kepada pemimpin rantai pasokan senior dalam perusahaan multinasional yang menginspirasi, berinovasi dan berhasil mencapai hasil yang luar biasa secara konsisten. Engel diangkat sebagai Chief Supply Chain Officer dan anggota Eksekutif Kepemimpinan Unilever pada Januari 2016 setelah karier selama 25 tahun di perusahaan. Selain memegang banyak rantai pasokan senior dan posisi manajemen umum, ia sangat penting dalam membangun program pemasok strategis Unilever yang disebut Mitra untuk Menang dan memimpin pengembangan dan implementasi kebijakan Sumber Bertanggung Jawab yang transformatif, Minyak Kelapa Sawit, Kertas & Papan dan Kebijakan Hak Asasi Manusia untuk Unilever . Engel telah lama memperjuangkan mantra 'berbuat baik' daripada yang kurang berdampak 'tidak melakukan kejahatan'. Benang merah sepanjang karirnya adalah keinginan yang mendalam untuk membuat perbedaan. "Setiap Jumat saya menuliskan perbedaan apa yang saya pikir saya buat selama seminggu terakhir dan jika saya perhatikan bahwa saya belum membuat dampak yang cukup, saya mengubah kalender saya."

Wawancara dilakukan oleh Martijn Lofvers dan Edwin Tuyn, ditulis oleh Helen Armstrong

Selama lebih dari seabad, Unilever telah mengembangkan model berdasarkan produksi massal, distribusi massal, dan pemasaran massal. Melihat ke belakang, model ini dan misi untuk meningkatkan kehidupan dan kesejahteraan konsumen, sangat mudah. Dunia saat ini kompleks, terfragmentasi dan konsumen sangat terinformasi ketika membuat pilihan tentang merek dan memiliki lebih banyak pilihan untuk berbelanja.

Namun, digitalisasi yang memprakarsai gangguan pasar FMCG tradisional juga cenderung memainkan peran sentral dalam metamorfosis raksasa global. Teknologi memungkinkan keterlibatan langsung antara konsumen dan pembuat, manufaktur yang lebih terdistribusi dan dibagi serta pemasaran presisi. Untuk memenuhi pasar yang sangat tersegmentasi, Unilever terlibat dalam kemitraan baru. “Saya percaya kita harus beralih dari rantai pasokan linier ke lingkaran pasokan di mana Unilever adalah hub digital di pusatnya. Silo fungsional tradisional seperti Penjualan, Litbang, Pemasaran dan rantai pasokan sedang digantikan oleh tiga proses utama; permintaan penciptaan, pemenuhan permintaan dan inovasi. "

Berbicara dari kantornya di London, Marc Engel berbicara tentang tantangan dan apa yang mendorongnya untuk membuat perbedaan. "Jika Anda tidak melakukan pekerjaan yang Anda sukai, kecil kemungkinan Anda akan unggul."

Bisakah Anda menjelaskan bagaimana Anda sampai di posisi Anda?
“Ini adalah perjalanan 25 tahun, sebagian besar di Unilever tetapi juga sebentar di Shell. Saya memulai karir saya di Unilever di kelompok daging Unox di Belanda. Sejak saat itu, saya telah bekerja di Singapura, Skotlandia, Inggris, Brasil, Swiss, Kenya, dan sekarang London. Saya telah memiliki berbagai peran rantai pasokan di pabrik, distribusi, pengadaan, keuangan, dan strategi, dan peran saya sebelumnya sebagai Manajer Umum di Kenya adalah langkah yang disengaja untuk mempersiapkan saya memimpin rantai pasokan Unilever. Pengalaman di Kenya memberi saya peluang untuk mengalami rantai pasokan global dari perspektif pasar. Dalam tiga tahun terakhir, saya dapat memanfaatkan pengalaman Afrika saya untuk merancang tujuan baru, rantai pasokan pas masa depan.

Saya percaya ada lima hal yang penting dalam membuat karier yang sukses. Pertama, unsur keberuntungan. Mari kita hadapi itu - berada di tempat yang tepat pada waktu yang tepat membantu. Tetapi saya sangat percaya bahwa keberuntungan juga dapat diperoleh. Kedua, bekerja keras, bekerja keras dan memberikan hasil yang membuat perbedaan. Ketiga, jadilah otentik untuk diri sejati Anda dan untuk tujuan Anda. Tujuan saya adalah membuat perbedaan pada hal-hal penting yang benar-benar penting. Keempat, bersenang-senanglah dan nikmati apa yang Anda lakukan. Atau ganti pekerjaan. Hidup ini terlalu singkat. Jika Anda tidak melakukan pekerjaan yang Anda sukai, sangat tidak mungkin Anda unggul. Terakhir, mintalah sekelompok kecil orang di sekitar Anda yang menantang dan mendukung Anda. Mereka dapat dari kehidupan profesional dan pribadi Anda. Yang penting adalah mereka adalah orang-orang yang Anda hormati atas umpan balik jujur ​​mereka dan berkomitmen untuk kesuksesan Anda. Ketika Anda maju dalam karier Anda, kelompok orang ini menjadi lebih kritis untuk mencapai keseimbangan yang tepat antara ditantang dan didukung. "

Kepada siapa Anda curhat?
“Saya memiliki beberapa rekan kerja yang telah bersama Unilever sejak lama. Dan saya tetap berhubungan dengan sejumlah mantan kolega Unilever. Saya juga punya beberapa teman, termasuk yang sudah kembali 40 tahun dan saya bisa memanggil beberapa pelatih eksternal yang telah membantu saya selama bertahun-tahun. Mereka harus bisa memberi Anda yang baik, yang buruk dan yang jelek karena jika tidak, itu seperti dipijat. Rasanya enak saat itu tetapi tidak selalu membantu Anda menjadi lebih baik! "


Sumber :
https://www.supplychainmovement.com/marc-engel-unilever-supply-chains-will-be-at-the-heart-of-winning-businesses-in-the-future/

'Feminisasi Rantai Pasokan': Meningkatkan Keragaman Pemikiran

Ada minat yang tinggi pada acara 'Feminisasi Rantai Pasokan' di antara para pemimpin rantai pasokan perempuan. Pada tanggal 7 dan 8 Maret, sekitar 35 wanita dari berbagai penjuru Eropa berkumpul di Liberty Global Europe di Amsterdam untuk membahas disiplin mereka dan keragaman (atau ketiadaan) dalam organisasi mereka.

Penelitian yang tak terhitung jumlahnya menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki lebih banyak keanekaragaman juga lebih sukses. Tetapi alih-alih karena kesetaraan dan kesempatan yang sama bagi semua orang, kesuksesan itu tergantung pada orang-orang dari budaya yang berbeda dan latar belakang berbeda dengan kepribadian yang berbeda - dan perbedaan itu mempengaruhi cara mereka berpikir. Dengan menyatukan berbagai jenis pemikir di tempat kerja, perusahaan dapat merangsang kreativitas dan wawasan dan meningkatkan efisiensi mereka.

Selama acara - yang, sepatutnya, diadakan pada Hari Perempuan Internasional - salah satu topik yang dibahas adalah apakah perlu memiliki kuota untuk perempuan dalam posisi manajemen. "Sebenarnya, aku bahkan tidak ingin membicarakan hal ini lagi. Saya hanya memiliki pola pikir yang berbeda, ”komentar salah satu delegasi, dan yang lain setuju dengannya. Namun, kuota diperlukan selama tidak semua orang berbagi pola pikir yang sama.

Lucy Harding dari Odgers Berndtson menjelaskan pendekatannya sebagai headhunter dan dia mengangkat cermin ke arah hadirin, mengatakan bahwa itu juga merupakan hasil dari sikap wanita sendiri. “Wanita memiliki kebiasaan untuk terus meminta maaf atas keterampilan, kemampuan, dan karier mereka. Seberapa sering kita mendengar mereka mengatakan hal-hal seperti "Saya beruntung mendapatkan kesempatan ini," atau "Saya tidak bisa mencapai posisi ini tanpa bantuan"? Wanita selalu memuji orang lain atas keberhasilan mereka, namun pria yang tak terhitung jumlahnya di posisi yang sama juga mendapat kesempatan yang sama. ”

Cinderella
Harding juga menggunakan model PIE Harvey Coleman, yang mengidentifikasi tiga elemen kunci dalam kesuksesan karier. 'P' untuk 'kinerja', yaitu kualitas pekerjaan Anda dan hasil yang Anda capai, menyumbang hanya sepuluh persen. 30 persen dari kesuksesan Anda tergantung pada 'gambar' Anda, atau dengan kata lain apa yang orang lain pikirkan tentang Anda. Itu berarti bahwa bagian terbesar adalah hasil dari 'paparan', yaitu siapa yang tahu tentang Anda dan apa yang Anda lakukan. "Jadi, jangan menjadi Cinderella - kerja keras yang tersembunyi di ruang bawah tanah, menunggu seseorang untuk datang dan membawamu ke pesta dansa."

Allison Thomas (sebelumnya dari PepsiCo) dan Marieke Lenstra (Media Rantai Suplai) memperbesar topik pembicaraan di lokakarya mini mereka tentang bagaimana menciptakan situasi win-win dengan media. Mereka menunjukkan bagaimana wanita umumnya digambarkan di media dan mendorong para delegasi untuk memikirkan bagaimana mereka sendiri ingin bertemu. Pada akhirnya ini tentang menemukan penyebut umum antara kisah pribadi Anda sendiri, pesan yang ingin disampaikan oleh perusahaan Anda dan apa yang membuat artikel menarik dari sudut pandang jurnalis.


Sumber :
https://www.supplychainmovement.com/feminization-supply-chain-improving-diversity-thinking/

Related Posts