Pages

Saturday, February 9, 2013

Memahami Safety Stock dan Menguasai Rumusnya



Menentukan tingkat inventory yang tepat merupakan pekerjaan yang paling penting dan menantang bagi operation manager. Jika terlalu banyak inventory, uang anda akan mati dalam modal kerja. Jika inventory terlalu sedikit, anda akan mengalami stock out dan customer akan kecewa. Untunglah ada rumus untuk menentukan safety stock
Stock out disebabkan beberapa faktor antara lain: demand yang fluktuasi, forecast yang tidak akurat, lead time yang bervariasi (lead time supplier maupun lead time manufacturing). Banyak juga operation manager yang menetapkan safety stock berdasarkan estimasi atau juga jumlah stock level. Contoh ada yang menetapkan 2 hari stock atau 20% dari total stock.
Safety stock ditetapkan bukanlah untuk menghilangkan seluruh stock out, tapi hanya yang mayoritas saja. Contoh bila kita tetapkan service level 95% artinya 95% order dapat dipenuhi sedangkan 5% tidak dapat dipenuhi (stock out). Jumlah safety stock akan berbanding lurus dengan service level. Dengan menggunakan rumus kita dapat menentukan safety stock yang tetap sesuai dengan customer service level.
Untuk mendapatkan angka safety stock perlu kita lihat data historis aktual demand. Data tsb kemudian kita cari standard deviasinya kemudian dikalikan dengan safety faktor untuk mendapatkan safety stock.
Rumus nya adalah: Safety stock = safety factor x standard deviasi
Safety stock = Z x √ (PC/T) x σD
dengan:
- Z = safety factor (lihat tabel)
- PC = performance cycle = siklus forecast atau siklus order
- σd = standard deviasi dari demand
- T = siklus periode demand
Untuk mencari safety stock anda tinggal pilih dari tabel diatas berapa service level yang diinginkan lalu berapa Z score nya (safety factor). Lalu kalikan dengan standard deviasi.
Ada cara yang lebih mudah dengan menggunakan aplikasi excel yang dapat dilihat dibawah ini.
Contoh
Minggu Actual Pemakaian
1 4,900 Std deviasi = 231
2 4,600
3 5,100 Service level = 90%
4 5,200
5 5,300 Safety stock = 296
6 4,800
7 5,200
8 4,800
9 4,900
10 5,200 Demand rata-rata = 5,000
Data diatas memperlihatkan aktual pemakaian tiap minggu
- Cari standard deviasi nya dengan rumus excel yaitu: std devaisi = STDEV(sorot kolom actual pemakaian) didapat 231
- Tentukan service level nya dalam persen, misalkan 90%
- Hitung safety stock dengan rumus excel: = NORMINV(sorot kolom std deviasi;0;sorot kolom service level) diperoleh angka 296
- Jadi service level 90% kita butuh safety stock sebesar 296 dengan rata2 demand sebesar 5000
- Anda dapat mencoba untuk berbagai service level, akan diperoleh nilai safety stock yang berbeda
- Kasus diatas bila periode forecast sama dengan periode demand
- Bila forecast nya tiap 4 minggu sedangkan demand nya tiap minggu maka rumus nya harus diubah menjadi √(4/1) x safety stock. Jadi untuk kasus diatas menjadi √4 x 296 = 592.
Cara menentukan service level
Bedakan service level untuk masing-masing produk sesuai dengan kriteria, tingkat kepentingan di mata customer, profit margin atau jumlah sales nya
Bagaimana bila terjadi variasi dalam Lead Time?
Rumusnya harus di modifikasi menjadi
Safety stock = Z x σLTLT x D rata2
Dimana:
- Z = safety factor (lihat tabel)
- σLTLT = std deviasi lead time
- D rata2 = demand/kebutuhan rata2
atau dapat di tulis lengkap menjadi
Safety stock = service level x √(PC/T x σD 2 ) + ( σLTLT x D rata2 )2
Bagian sebelah kiri adalah safety stock karena variasi demand, sedangkan sebelah kanan adalah safety stock karena variasi lead time.
Contoh
Sebuah gudang distribusi memasok plastic film roll untuk kebutuhan packaging industri makanan. Kebutuhan rata2 per minggu 50 roll, std deviasi kebutuhan per minggu sebesar 10 roll. Std deviasi lead time 0. Lead time proses produksi stabil sebesar 7 hari dan lead time pengiriman dari pabrik ke gudang selama 1 hari, total 8 hari. Deviasi kebutuhan dihitung tiap periode 1 minggu.
Dengan menggunakan rumus:
Safety stock = Z x √ (PC/T) x σD
Bila service level yang diinginkan sebesar 95% dimana management mengharapkan dari 100 kali order yang diterima, hanya boleh 5x terjadi stock out.
Dari table servicel level diperoleh safety factor sebesar 1.65 untuk 95% servce level.
Dari data diatas PC = 8 hari yaitu 7 hari manufacturing lead time dan 1 hari lead time pengiriman dari pabrik ke gudang.
T = 7 hari karena siklus demand per minggu (7 hari)
Sehingga kalau dimasukkan dalam rumus menjadi:
Safety stock = 1.65 x √ (8/7) x 10 roll = 18 roll
Inilah jumlah safety stock yang harus disimpan di gudang untuk antisipasi demand yang deviasi nya sebesar 10 roll per minggu dengan total lead time 8 hari.
Bagaimana kalau lead time nya bervariasi katakan 1 hari deviasi lead time ( = 0.07 minggu).
Masukkan ke rumus:
Safety stock = service level x √(PC/T x σD 2 ) + ( σLTLT x D rata-rata)2
= 1.65 x √(8/7 x 102 ) + ( 0.07 x 502 ) = 1.65 x √114.3 + 12.2 = 19 roll
Jadi kalau lead time nya memiliki deviasi 1 hari ( 0.07 minggu) maka safety stock akan bertambah menjadi 19 roll.
Hasil ini menunjukkan bahwa vaiasi demand merupakan faktor dominan dalam menentukan safety sotck. Pengaruhnya hampir 10 kali lipat dari variasi yang terjadi di lead time.
Karena itu cara mengurangi safety stock adalah dengan :
1. mengurangi deviasi demand (mengurangi variasi)
2. mempertimbangkan besarnya service level, kalau customer tidak memerlukan service level yang tinggi, turunkanlah service level nya.
Setelah safety stock ditetapkan, harus di monitor secara teratur bagaimana pemakaian safety stock tersebut. Bila yang terpakai hanya setengahnya, evaluasi kembali nilai service level.
Alternatif mengurangi safety stock:
1. bila item yang ditangani cukup ringan, kurangi safety stock, bila demand mencapai puncak kirim barang tsb dengan pesawat (air freight)
2. perbaiki forecast, forecast yang tidak akuran akan menyebabkan terjadi deviasi demand yang besar
3. untuk lingkungan industri yang make to stock perlu dipertimbangkan menjadi make to order bagi item2 yang variasi demand nya tidak menentu. Selama customer mau menunggu tidak ada salahnya mencoba menjadi make to order
4. dengan melakukan postponement (penundaan) packaging. Cara ini adalah mengirim dalam jumlah bulky ke gudang distribusi. Setelah menerima order dari customer, gudang distribusi akan melakukan packaging sesuai permintaan customer. Contoh: biskuit oreo ada yang isi 2, 4, 6, 12. Dikirim bulky ke gudang distribusi lalu kalau ada yang pesan isi 12 baru dibuatkan packagingnya. Jadi mengurangi kesalahan forecasat dengan menimbun lebih banyak safety stock.
Disadur dari Crack the Code, Understanding Safety Stock & Mastering Its Equation by Peter L. King, CSCP, APICS Magazine, May 2011.

Sumber : http://www.supplychainindonesia.com

Volumetrik : Berat dan Volume Maksimal

Pada prinsipnya secara teknis perhitungan adalah Container dapat diisi dengan berat max 28 ton dan / atau volume max 33 m3

Sedangkan container dibangun "bukan untuk diisi dengan barang normal saja". Coba bayangkan secara berat : 1 kg besi sama dengan 1 kg kapas, tetapi secara volumetriknya akan sangat berbeda.

Seandainya yang dimasukkan kedalam container ini berupa besi / biasanya mesin2 maka dasar yang digunakan adalah max load bukan volumenya , begitu juga sebaliknya bila barang yang kita masukkan misal : garment / karton tentunya dasar yang digunakan adalah volume dan bukan max load nya.

Volumetric, weight, rumus (PxLxT /6000) adalah rumus untuk mencari volumetric weight airfreight dan untuk seafreight sendiri menggunakan Cubic meter (cbm / m3) dengan rumus perhitungan PxLxT dalam meter misalnya kita punya barang 75 cm x 60 cm x 60 cm, hitungannya
0.75 x 0.60 x 0.60 = 0.27 cbm atau M3.

Sementara untuk perhitungan berat ini biasanya lebih banyak untuk perhitungan harga di LCL shipment dan ini penghitungan nya bergantung kepada kebijakan forwarder yang dipakai, ada yang per 250 kg , ada yg per 500 kg, ada yang per 1000 kg atau mungkin ada yg lain juga.

cara perhitungan berat ini biasanya dikenakan apabila ada barang yang beratnya tidak seimbang dengan kubikasinya, sebagai contoh ada barang ukurannya 100 cm x 100 cm x 100 cm dengan berat 1 ton. Secara hitungan kubikasi barang ini hanya 1.00 cbm tetapi beratnya mencapai 1 ton dan forwarder biasanya mendefinisikan ini sebagai barang tidak normal karena barang2 yang umum biasanya memiliki berat dibawah 250 kg per cbm nya sehingga apabila forwarder bersangkutan punya aturan kubikasi dari berat per 250 kg maka barang tersebut akan dihitung 4.00 cbm (1 ton / 250 kg) dan perlu di garis bawahi bahwa hal ini biasanya hanya untuk perhitungan biaya
freight nya saja.

Dan untuk FCL secara umum setiap container 20' bisa diisi 33.00 cbm dengan berat maximum 25 ton tetapi perlu digarisbawahi bahwa 33.00 cbm ini adalah kubikasi air atau udara sehingga apabila diisi barang garment atau textile biasanya hanya muat sekitar 29.00 cbm karena bentuk packing barang beda2 sehingga akan menyisakan ruang yang tidak terpakai dalam container dan untuk barang yang berat berat seperti biji besi misalnya maka container akan Cuma berisi setengahnya karena setengah container biji besi beratnya bisa kurang lebih 25 ton.

Untuk sebagai informasi juga kebanyakan shipping line saat ini rata rata hanya mengijinkan berat per 20' maximum 18 ton walaupun ada beberapa yang bisa mengijinkan sampai 25 ton dengan atau tanpa charges tambahan.

Sumber : diskusi milis Logistic

SOP Bahan Baku

Secara umum, untuk Gudang Bahan Baku, dimulai dari :

Proses Incoming, informasikan kepada pihak QC untuk validasi apakah raw material dari supplier passed atau tidak. Apabila passed, kita lanjutkan kepada proses unload, apabila tidak kita reject. Pada saat proses unload, perlu juga diidentifikasi, dengan label, berupa informasi terkait raw material tersebut (no batch, tgl kedatangan, qty, dsb), jangan lupa juga ditempelkan label QC passed.

Setelah itu lanjut kepada proses put away, dan storage. Lebih mudah menggunakan WMS. Sehingga nantinya proses mencari tidak memakan waktu.

Transfer untuk keperluan produksi. Dimulai dari request transfer out/in (referensi dengan batch produksi), kuantitas disesuakan dengan resep pembuatan (referensi batch produksi), approval biasanya menggunakan software ERP apabila telah terintegrasi, apabila tidak menggunakan permintaan manual. Apabila ada reject karena proses produksi atau supplier (referensi batch produksi), maka harus dikembalikan kepada gudang, tentu disertai dokumen pendukung.

Secara system semua transaksi akan terecord di system, akan tetapi sebagai pendukung, harus tercatat juga di log book operator gudang

Pantau terus stock actual dan di system, mencegah discrepancy tak terduga, misalkan raw material chemical yang mudah menguap.


Secara umum, untuk Gudang Barang jadi, dimulai dari :

Serah terima barang jadi dari produksi ke gudang, tentu saja setelah QC passed. Operator melakukan pengecekan aktual terlebih dahulu sebelum menandatangani dokumen. Catat dalam log book akan sangat membantu.


Input ke dalam WMS, agar memudahkan dalam pengambilan (FIFO, batch, dsb).

DO yang turun, di terjemahkan dalam bentuk pick slip sebagai guidance operator dalam pengambilan barang untuk pengiriman. Jangan lupa juga tempatkan checker (gudang dan transporter) di area loading.

Pick slip digunakan sebagai acuan pembuatan Delivery Docket.

Akan sangat membantu dalam proses loading, ketika pembuatan DO disesuaikan dengan truck wise/container wise capacity.

Sumber : milis Logistic

Related Posts