Proses implementasikan ERP di suatu perusahaan tidaklah mudah. Hal ini dikarenakan banyak faktor yang menentukannya.
Faktor Pertama : Perencanaan yang kurang matang.
Perencanaan yang kurang matang adalah setengah dari kegagalan. Setiap proyek memerlukan perencanaan yang matang. Perencanaan matang membutuhkan waktu dan usaha yang tidaklah mudah. Rapat-rapat yang menyeluruh dengan seluruh bagian dengan tujuan utama adalah keberhasilan proyek untuk seluruh bagian.
Langkah pertama yang harus dilakukan (baik secara internal maupun eksternal) haruslah mempunyai kesepakatan antar tim, antar user dan dengan manajemen.
Faktor Kedua : Pemilihan Vendor Software ERP
Setelah menentukan perencanaan yang baik, dari segi waktu, resources berupa tim, data-data dan akhirnya dana. Yang diperlukan berikutnya adalah pemilihan vendor software ERP yang tepat. Tepat disini artinya adalah sesuai dengan kebutuhan user atau bisnis proses yang ada.
Kemudian vendor yang akan ditunjuk sebagai ERP maupun konsultannya haruslah cocok untuk diajak bekerjasama. Pengalaman kami, ketidaksesuaian antara tim internal dengan tim konsultan juga menyumbang peranan kegagalan proyek.
Selain ERP, kami juga mempunyai solusi yang menarik bagi Anda yang tertarik untuk mempelajari software Business Intelligence.
Faktor Ketiga : Komitmen
Salah satu faktor lainnya yang menentukan langkah-langkah dalam implementasi ERP adalah komitmen. Komitmen disini bisa dalam artian seperti waktu. Apakah tim yang akan mendampingi proses implementasi siap dan komitmen padahal ada pekerjaan utama mereka lainnya?
Atau komitmen manajemen untuk meminta seluruh organisasi ikut berkontribusi terhadap sistem yang akan diterapkan.
Sumber :
https://sunartha.co.id/langkah-langkah-dalam-implementasi-erp/
Supply Chain Management (SCM) adalah serangkaian kegiatan yang meliputi koordinasi, penjadwalan, dan pengendalian terhadap pengadaan, produksi, persediaan dan pengiriman produk ataupun layanan jasa kepada pelanggan yang mencakup administrasi harian, operasi , logistik dan pengolahan informasi mulai dari customer hingga supplier.
Sunday, June 30, 2019
Proses Implementasi ERP
Tuesday, June 25, 2019
Teknologi Blockchain dan Big Data Kunci Menuju Era Industri 5.0
Selasa, 25 Juni 2019 - 19:03
gentaandalas.com- Rika Ampuh Hadiguna menyampaikan orasi ilmiahnya berjudul “Teknologi Blockchain dan Big Data pada Sistem Logistik Modern menuju Era Industri 5.0 dalam peresmian guru besar Fakultas Teknik di Convention Hall Unand, Selasa (25/6/2019).
Rika Ampuh Hadiguna menjelaskan bahwa adanya teknologi Blockchain dan Big Data ini akan mempelopori terciptanya ekonomi digital menuju era industri 5.0.
“Terciptanya ekonomi digital adalah salah satu contoh dari dorongan teknologi yang menciptakan kebutuhan baru, dengan berpilarkan teknologi digital dan komputasi,” kata Rika.
Era industri 5.0 yang merupakan revolusi industri ke lima meliputi transformasi berkelanjutan masa datang di bidang industri yang berfokus pada man and robotic cooperation power
Menurut Rika, “Teknologi Blockchain dan Big Data” memungkinkan adanya distribusi antara produsen dengan konsumen tanpa melalui pihak ketiga, sehingga transaksi terjadi dengan efektif dan efisien.
Universitas Andalas (Unand) resmi mengukuhkan dua guru besar untuk Fakultas Teknik, yaitu Rika Ampuh Hadiguna sebagai guru besar tetap dalam bidang Ilmu Sistem Logistik dan Ariadi Hazmi sebagaiguru besar tetap dalam bidang Ilmu Teknik Tegangan Tinggi.
Sumber :
https://www.gentaandalas.com/teknologi-blockchain-dan-big-data-kunci-menuju-era-industri-5-0/
gentaandalas.com- Rika Ampuh Hadiguna menyampaikan orasi ilmiahnya berjudul “Teknologi Blockchain dan Big Data pada Sistem Logistik Modern menuju Era Industri 5.0 dalam peresmian guru besar Fakultas Teknik di Convention Hall Unand, Selasa (25/6/2019).
Rika Ampuh Hadiguna menjelaskan bahwa adanya teknologi Blockchain dan Big Data ini akan mempelopori terciptanya ekonomi digital menuju era industri 5.0.
“Terciptanya ekonomi digital adalah salah satu contoh dari dorongan teknologi yang menciptakan kebutuhan baru, dengan berpilarkan teknologi digital dan komputasi,” kata Rika.
Era industri 5.0 yang merupakan revolusi industri ke lima meliputi transformasi berkelanjutan masa datang di bidang industri yang berfokus pada man and robotic cooperation power
Menurut Rika, “Teknologi Blockchain dan Big Data” memungkinkan adanya distribusi antara produsen dengan konsumen tanpa melalui pihak ketiga, sehingga transaksi terjadi dengan efektif dan efisien.
Universitas Andalas (Unand) resmi mengukuhkan dua guru besar untuk Fakultas Teknik, yaitu Rika Ampuh Hadiguna sebagai guru besar tetap dalam bidang Ilmu Sistem Logistik dan Ariadi Hazmi sebagaiguru besar tetap dalam bidang Ilmu Teknik Tegangan Tinggi.
Sumber :
https://www.gentaandalas.com/teknologi-blockchain-dan-big-data-kunci-menuju-era-industri-5-0/
Saturday, June 22, 2019
Internet untuk Segalanya 2022: Pasar Transportasi & Logistik 7%
JAKARTA — Pasar transportasi dan logistik dinilai potensial untuk menerapkan sistem internet untuk segalanya seperti pengelolaan armada.
Berdasarkan data Asosiasi IoT Indonesia diperkirakan pada 2022 terdapat 400 juta perangkat sensor internet untuk segalanya (Internet of Things) yang akan terpasang di berbagai sektor. Sekitar 7% dari perangkat tersebut atau sebanyak 28 juta diperkirakan terpasang di sektor transportasi dan logistik.
Sektor lain yang diperkirakan merasakan manfaat IoT adalah manukfaktur, kesehatan, asuransi, ritel, komputasi, pemerintahan, utilitas, perumahan, dan agrikultur.
Ketua Umum Asosiasi IoT Indonesia, Teguh Prasetya, mengatakan bahwa hadirnya IoT di sektor transportasi dan logistik membantu perusaahaan dalam melacak letak kendaraan dan kebiasaan pengemudi.
Di samping itu, perusahaan yang menggunakan IoT juga dapat melakukan efisiensi dalam pengiriman barang karena barang dapat dikirim dalam satu waktu sekaligus lewat rute yang terdekat.
“Ketika ingin mengirimkan barang dari titik A ke titik B, rute yang paling sederhana bisa diketahui, kalau sekarang kan tergantung sopirnya masing-masing. IoT juga ada sistem analisisnya, tidak hanya sensor, aplikasi, dan perangkat sehingga kebiasaan kebiasaan masyarakat dapat diketahui,” kata Teguh kepada Bisnis, Rabu (19/6).
Sumber :
https://koran.bisnis.com/read/20190622/447/936379/internet-untuk-segalanya-2022-pasar-transportasi-logistik-7
Berdasarkan data Asosiasi IoT Indonesia diperkirakan pada 2022 terdapat 400 juta perangkat sensor internet untuk segalanya (Internet of Things) yang akan terpasang di berbagai sektor. Sekitar 7% dari perangkat tersebut atau sebanyak 28 juta diperkirakan terpasang di sektor transportasi dan logistik.
Sektor lain yang diperkirakan merasakan manfaat IoT adalah manukfaktur, kesehatan, asuransi, ritel, komputasi, pemerintahan, utilitas, perumahan, dan agrikultur.
Ketua Umum Asosiasi IoT Indonesia, Teguh Prasetya, mengatakan bahwa hadirnya IoT di sektor transportasi dan logistik membantu perusaahaan dalam melacak letak kendaraan dan kebiasaan pengemudi.
Di samping itu, perusahaan yang menggunakan IoT juga dapat melakukan efisiensi dalam pengiriman barang karena barang dapat dikirim dalam satu waktu sekaligus lewat rute yang terdekat.
“Ketika ingin mengirimkan barang dari titik A ke titik B, rute yang paling sederhana bisa diketahui, kalau sekarang kan tergantung sopirnya masing-masing. IoT juga ada sistem analisisnya, tidak hanya sensor, aplikasi, dan perangkat sehingga kebiasaan kebiasaan masyarakat dapat diketahui,” kata Teguh kepada Bisnis, Rabu (19/6).
Sumber :
https://koran.bisnis.com/read/20190622/447/936379/internet-untuk-segalanya-2022-pasar-transportasi-logistik-7
Sunday, June 16, 2019
Strategi Pengelolaan Supply Chain
10 Strategi Meningkatkan Pengelolaan Rantai Pasokan (Supply Chain Management)
Untuk meningkatkan strategi rantai pasokan agar bisnis Anda berjalan dengan lancar, berikut beberapa srategi yang bisa digunakan dalam meningkatkan rantai pasok (Supply Chain Strategy) Anda.
Salah satu cara terbaik adalah menggunakan perangkat lunak Enterprise Resource Planning (ERP) yang bisa meningkatkan keuntungan dan efisiensi bisnis. Selain itu, penggunaan ERP ini bisa mengurangi biaya dan pemborosan biaya perusahaan.
Akan tetapi, strategi-strategi dibawah ini juga perlu dilakukan pada perusahaan Anda dalm meningkatkan rantai pasok.
Dengan 10 strategi yang ada diatas, dapat menjadi preferensi Anda dalam menggunakan perangkat lunak sistem Enterprise Resource Planning (ERP) yang diterapkan pada bisnis Anda. Selain itu, strategi-strategi ini bisa menjadi cara bagi Anda dalam meningkatkan pengelolaan rantai pasokan (supply chain management).
Sumber :
https://ipqi.org/10-strategi-meningkatkan-pengelolaan-rantai-pasokan-supply-chain-management/
Untuk meningkatkan strategi rantai pasokan agar bisnis Anda berjalan dengan lancar, berikut beberapa srategi yang bisa digunakan dalam meningkatkan rantai pasok (Supply Chain Strategy) Anda.
Salah satu cara terbaik adalah menggunakan perangkat lunak Enterprise Resource Planning (ERP) yang bisa meningkatkan keuntungan dan efisiensi bisnis. Selain itu, penggunaan ERP ini bisa mengurangi biaya dan pemborosan biaya perusahaan.
Akan tetapi, strategi-strategi dibawah ini juga perlu dilakukan pada perusahaan Anda dalm meningkatkan rantai pasok.
- Menggunakan sistem ERP yang memiliki fitur otomatis dan fungsionalitas Supply Chain Management (SCM). Sistem ini bisa diprogram secara otomatis untuk memesan kepada vendor ketika tingkat persediaan menurun atau berada pada tingkat tertentu. Hal ini perlu Anda lakukan karena bagian terpenting dari strategi rantai pasok adalah kemampuan untuk mempertahankan tingkat persediaan secara preventif. Dengan adanya sistem ERP akan memberikan karyawan Anda peluang untuk mengerjakan hal lain karena sistem pembelian persediaan yang otomatis dari ERP.
- Menggunakan Standarisasi dari ERP, Salah satu kunci keberhasilan setiap strategi rantai pasok adalah proses standarisasi. Standarisasi dari ERP bisa memudahkan pekerjaan karyawan, meningkatkan akurasi, mendorong kinerja tim, menghemat waktu dan biaya, serta mengurangi kemungkinan salah komunikasi (misscomm).
- Meningkatkan Transparansi, Berbagai masalah yang terjadi pada kegiatan rantai pasok permanen seperti limbah, kesalahan, dan bahkan penipuan bisa diatasi dengan merekonsiliasi angka-angka pada perangkat lunak. Meningkatkan transparansi SCM internal sangat penting untuk mengurangi inventaris dan kerugian finansial yang tidak dapat dijelaskan.
- Dapatkan Wawasan Data, Informasi yang akurat dan tepat waktu juga menjadi hal yang penting dalam pengambilan keputusan untuk strategi rantai pasokan Anda. Apabila Anda menggunakan perangkat lunak ERP memungkinkan pengguna dan manajemen secara cepat mengakses inventaris, pembelian dan data produksi untuk kepentingan pengembalian keputusan yang penting.
- Manajemen Persediaan Real-Time, Dalam manajemen persediaan inventaris, perangkat lunak ERP menawarkan fitur inventaris yang memberikan visibilitas real-time yang lebih tepat sesuai dengan tingkat persediaanya. Hal ini tentu lebih memudahkan pekerjaan dibanding menggunakan manajemen inventaris tradisional.
- Monitor Kinerja Vendor, Kinerja vendor perlu diawasi secara berkala. Monitoring ini juga dilengkapi dengan pemberikan peringkat melalui matrik yang kuat dan tersedia pada sistem ERP. Sistem monitoring dari ERP akan memberikan kemudahan bagi perusahaan Anda dalam meninjau waktu siklus vendor dan tingkat kesalahan yang terjadi.
- Tingkatkan Kesadaran mengenai Pengeluaran, Memiliki data keuangan yang terpusat menunjukkan sadarnya perusahaan Anda akan perlunya menjaga stabilitas pengeluaran. Menjaga pengeluaran dalam penyediaan persediaan juga menjadi faktor dan variabel yang tidak dapat dikendalikan dalalm manajemen rantai pasokan. Ini akan mendorong komunikasi dan strategi terkait biaya untuk mengkonsolidasikan pengeluaran dan mempersingkat proses.
- Meningkatkan Manajemen Pengembalian, Setiap strategi rantai pasokan yang solid membutuhkan sistem manajemen pengembalian yang efisien. Hal ini dibutuhkan agar mempercepat proses daur ulang atau produksi kembali produk/unit yang dikembalikan. Mampu mengelola pengembalian dengan lebih baik akan mengurangi pemborosan dan mengidentifikasi faktor-faktor masalah produk yang konsisten.
- Metode Just-in-time (JIT), Jika Anda menggunakan sistem ERP, sistem ini akan bekerja dengan baik dengan manufaktur secara tepat waktu. Metode ini akan mengurangi biaya persediaan dan meningkatkan perputaran persediaan.
- Streamline Akuntansi, Sistem ERP akan terintegrasi dengan berbagai bisnis yang berbeda seperti SDM, manajemen dan keuangan. tentu hal ini akan membantu perusahaan Anda dalam mengurangi kesalahan administrasi dan urusan faktur. Jika Anda menggunakan sistem ERP ini, secraa otomatis akan terintegrasi dengan Electronic Data Interchange (EDI) dan Transfer Dana Elektronik (EFT), yang secara drastis akan mengurangi administrasi pemrosesan pembayaran dan waktu tunggu terkait.
Dengan 10 strategi yang ada diatas, dapat menjadi preferensi Anda dalam menggunakan perangkat lunak sistem Enterprise Resource Planning (ERP) yang diterapkan pada bisnis Anda. Selain itu, strategi-strategi ini bisa menjadi cara bagi Anda dalam meningkatkan pengelolaan rantai pasokan (supply chain management).
Sumber :
https://ipqi.org/10-strategi-meningkatkan-pengelolaan-rantai-pasokan-supply-chain-management/
Friday, June 7, 2019
Strategi Kilat Siasati Revolusi Industri 4.0
Gatra.com |
07 Jun 2019 20:22
Jakarta, Gatra.com - Revolusi Industri 4.0 menghilangkan sekaligus menciptakan pekerjaan baru. Pemagangan Berkualitas atau Apprenticeships menjadi solusi jangka pendek beradaptasi dengan Industri 4.0.
***
Ibarat odong-odong, pendidikan Indonesia riuh tapi pergerakannya lambat. Hal ini terlihat dari kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) atau Human Capital Index Indonesia jauh tertinggal dari negara-negara lain.
Tahun lalu, Bank Dunia mencatat kualitas SDM Indonesia di peringkat ke-6 ASEAN di bawah Singapura, Vietnam, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Pendidikan formal Indonesia juga gagal mencetak lulusan siswa dan mahasiswa yang sesuai dan terkait (link and match) dengan kebutuhan industri.
Fasilitas seperti infrastruktur laboratorium dan praktik di sekolah atau kampus masih jauh tertinggal dan tidak mengikuti standar industri.
“Misalnya alat praktik di politeknik, harusnya alat yang digunakan sesuai standar pabrik. Tapi sekarang alat-alatnya justru ketinggalan dua generasi dari pabrik,” kata Koordinator Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) Kementerian Perindustrian.
Mujiyono khawatir, jika persoalan link and match tidak diatasi, maka Indonesia hanya akan menjadi penonton di era revolusi industri 4.0. “Pendidikan formal kita masih bersifat konvensional,” katanya kepada GATRA.
Industri 4.0 berbasis pada internet dan digital dengan terapan Internet of Things (IoT), Artificial intelligence (AI), Robotic dan Big Data. Dibandingkan revolusi industri 3.0, revolusi industri 4.0 dapat menciptakan efisiensi produksi dan rantai pasok (supply chain) yang ringkas sehingga harga dan kualitas produk lebih kompetitif.
Mujiyono menjelaskan, industri 4.0 bukan ancaman bagi para pekerja saat ini dan tidak akan menyebabkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal. Kalaupun ada profesi yang hilang di industri 4.0, tetapi ada juga profesi baru yang muncul. “Kita enggak bisa menghindar,” ujarnya.
Kemenperin memprediksi, pada era industri 4.0 akan ada 75 juta profesi atau jabatan yang hilang. Namun demikian, ada pula 133 juta pekerjaan baru yang tercipta.
Beberapa pekerjaan yang hilang, meliputi: akuntan, auditor, tukang pos, pekerja perakitan pabrik, ahli las, teller bank, travel agen, juru masak dan banyak lainnya.
Sedangkan pekerjaan-pekerjaan baru yang muncul seperti: analis data, data scientist, pengembang piranti lunak, dan sebagainya.“Jadi (revolusi industri 4.0) akan menyerap tenaga kerja. Hanya saja, profesinya yang bergeser,” kata dia.
Pekerjaan yang tumbuh di Revolusi Industri 4.0
Pekerjaan yang tumbang di Revolusi Industri 4.0
Kemenperin dan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi sedang menggagas peningkatan kualitas SDM yang sesuai dengan kebutuhan revolusi industri 4.0 dengan membangun 500 politeknik baru.
Rencananya, pembangunan politeknik akan melibatkan beberapa kementerian dan perusahaan besar dengan rincian: Kemenperin membangun 100 politeknik, Kemenristekdikti membangun 265 politeknik, beberapa Kementerian lain membangun 60 politeknik, dan swasta membangun 75 politeknik.
Khusus untuk 100 politeknik baru yang akan dibangun Kemenperin, akan ditempatkan di 100 kawasan industri.
Berikutnya, strategi kedua adalah merevitalisasi 5.000 Sekolah Menengah Kejuruan hingga tahun 2024 mendatang. Hingga saat ini sudah ada 2.612 SMK yang disesuaikan dengan kebutuhan industri dan sisanya masih akan terus direvitalisasi.
Hanya saja, penerapan dua strategi tersebut membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Untuk membangun satu Politeknik saja dibutuhkan Rp206 miliar di luar pengadaan lahan.
Dengan demikian, untuk membangun 100 Politeknik dibutuhkan setidaknya Rp20,6 triliun atau sekitar Rp103 triliun untuk 500 Politeknik. “Anggaran sebesar itu untuk penyediaan gedung, pelatihan dan alat-alat di dalamnya,” ujar Mujiyono.
Belum lagi “membujuk” perusahaan untuk membangun Politeknik tidaklah gampang. Untuk menarik pihak swasta membangun politeknik, pemerintah menawarkan insentif tax super deduction (keringanan pajak).
Hanya saja, pemberlakuan paket insentif ini belum jelas kepastiannya karena Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP)nya masih menunggu tanda tangan presiden.
Memang, dibutuhkan waktu lama untuk mewujudkan dua strategi di atas. Membangun Politeknik saja menghabiskan waktu satu hingga dua tahun. Setelah itu, begitu politeknik beroperasi, masih dibutuhkan waktu tiga tahun lagi untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan industri 4.0.
Dengan berpijak pada perencanaan di atas, maka Indonesia baru bisa mendapatkan SDM yang sesuai dengan kebutuhan industri 4.0 pada 2024 atau 2025 mendatang. Dengan catatan, pelaksanaan dua langkah di atas sesuai dengan waktu yang direncanakan.
Di luar dua strategi tadi, ada strategi lain yang lebih efisien untuk mencetak SDM di era industri 4.0, yaitu melalui program pemagangan berkualitas (Apprenticeships). Tahun 2020 pemerintah mentargetkan peserta magang sebanyak 2 juta orang.
Fokus Kemenperin meningkatkan kualitas SDM menghadapi industri 4.0, meliputi beberapa sektor, yaitu makanan dan minuman, tekstil dan busana, otomotif, kimia, serta elektronik.
Lima sektor ini menyumbang sekitar 60 persen Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, menyerap 60 persen tenaga kerja nasional dan menyumbang 65 persen produk ekspor.
Ditargetkan, tahun 2030 mendatang sekitar 50 persen industri dari lima sektor itu sudah menerapkan industri 4.0. Apabila kelimanya tumbuh dengan baik, maka ekonomi nasional bisa berjalan lebih kencang.
***
Salah satu perusahaan otomotif yang mulai mengaplikasikan industri 4.0 adalah PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN). Untuk mendukung pelaksanaan, TMMIN mencetak SDM yang berkompeten dengan cara membuka pemagangan Apprenticeships.
General Manager PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Subchan Gatot mengatakan, TMMIN telah membuka pemagangan sejak dua tahun terakhir. Satu kali proses pemagangan berlangsung selama setengah tahun.
Jumlah peserta magang yang bisa diterima TMMIN dalam enam bulan sekitar 120 orang, yang terbagi dalam dua batch. Adapun total peserta magang yang lulus pemagangan di TMMIN hingga akhir 2018 mencapai 329 peserta.
Dari jumlah tersebut, 95 persen di antaranya langsung diterima bekerja setelah mendapat sertifikat pemagangan. Mereka diterima bekerja bukan saja di TMMIN, tetapi juga di perusahaan-perusahaan otomotif lain.
Pemagangan di TMMIN bukanlah praktik kerja untuk siswa maupun mahasiswa yang sedang studi, melainkan pemagangan untuk pencari kerja, baik dari lulusan SMK maupun Politeknik. Sistem magang TMMIN mengadopsi pemagangan di Jerman, yaitu 70 persen praktik dan 30 persen teori.
Dalam seminggu, peserta mengikuti kelas pemagangan selama lima hari, yaitu empat hari di pabrik dan satu hari di kelas. Mereka didampingi mentor dan instruktur saat teori dan praktik. “Mereka mengajari dan mengawasi selama proses magang,” katanya kepada GATRA.
Di akhir proses magang, peserta akan dievaluasi dan diuji berdasarkan standar Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Jika lulus, peserta akan mendapatkan sertifikat BNSP. “Jadi, begitu lulus dari Toyota mereka mendapatkan dua sertifikasi, pertama sertifikat lulusan internal, lalu kedua sertifikat dari BNSP,” ujarnya.
Saat ini TMMIN memasukkan beberapa materi industri 4.0 dalam proses pemagangan untuk meningkatkan kualitas SDM. Dalam waktu dekat, TMMIN bahkan sudah mempersiapkan modul untuk pemagangan sistem smart manufacturing.
Smart manufacturing merupakan sistem kerja berbasis industri 4.0. Subchan mencontohkan, dalam smart manufacturing, orang bagian maintenance bukan lagi menunggu mesin rusak, kemudian memperbaikinya. Melainkan sudah bisa memprediksi kapan mesin akan rusak, lalu mencegahnya sebelum rusak.
Bidang lain di sektor otomotif yang akan bergeser adalah bagian las. Nantinya pekerjaan las akan dilakukan robot. “Tapi walaupun dia (manusia) bukan yang mengelas, namun dia yang akan mengendalikan robotnya. Robot kan dikendalikan juga sama manusia,” tambah Subchan.
Selain menciptakan peserta magang berbasis industri 4.0, TMMIN juga meningkatkan kualitas instruktur magang berbasis industri 4.0. Salah satu instruktur pemagangan TMMIN bahkan diikutkan dalam Pelatihan Master Trainer.
Output kegiatan yang pertama kali dilakukan di Indonesia ini adalah mencetak para peserta master trainer yang sesuai dengan perkembangan industri 4.0. Para peserta master trainer yang lulus, akan melatih instruktur magang di masing-masing perusahaan.
Selain TMMIN, perusahaan lain di sektor kimia, yaitu PT Pupuk kujang juga aktif melakukan pemagangan sejak 1987. Durasi pemagangan sekitar satu tahun dengan jumlah peserta 30-40 orang per tahun.
Ketua Badan Pembina Manajemen Mutu Terpadu PT Pupuk Kujang Dodi Pramadi mengatakan, para peserta magang di PT Pupuk Kujang adalah para pencari kerja lulusan SMK, politeknik ataupun universitas.
Sejak 2017, proses pemagangan di perusahaan ini dijalankan berdasarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) sehingga seluruh peserta mendapatkan sertifikasi dari BNSP.
Menurut Dodi, saat ini PT Pupuk Kujang juga sedang menyusun kurikulum berbasis industri 4.0 untuk pemagangan karena banyak pergeseran jabatan dan pekerjaan. Dodi mengakui, di era industri 4.0, perusahaan pupuk akan melakukan efisiensi karyawan.
Sekitar tahun 70an, kata Dodi, industri pupuk merupakan salah satu industri padat karya. Begitu tahun 2000an, pabrik menggunakan teknologi baru. Akibatnya terjadi pemangkasan jumlah karyawan hingga setengahnya.
“Sekarang kita mau membangun pabrik lagi di Sulawesi yang lebih besar dari Jawa Barat. Ini karyawannya semakin lebih sedikit,” katanya kepada GATRA.
Bagian-bagian pekerjaan yang hilang di industri pupuk salah satunya bagian pemutar mesin. Dulu, tenaga pemutar menggunakan manusia dan sekarang diganti mesin. Demikian pula, bagian operator mesin juga akan hilang karena digantikan mesin otomatis.
Meski demikian, ada beberapa pekerjaan yang tetap digunakan di industri pupuk era industri 4.0 seperti bagian pemeliharaan, instrumen, tenaga inspeksi, tenaga safety, kemudian keuangan.
Menurut Dodi, magang dapat menyelesaikan permasalahan link and match antara industri dan pendidikan formal. “Harusnya sekolah melihat itu. Misalnya butuh mengelas di dalam air yang jarang disiapkan. Seharusnya sekolah menyiapkan itu,” ucapnya.
Di sisi lain, pemerintah juga harus terlibat aktif menghubungkan pendidikan dengan pemagangan berbasis industri 4.0. “Dikaitkan ke Balai Latihan Kerja (BLK). Setelah itu, akan terhubung ke industri. Ini harus cepat karena Indonesia termasuk ketinggalan,” tambah Dodi.
***
Selain industri manufaktur, industri jasa keuangan juga mengalami terjangan revolusi industri 4.0. Bank Mandiri misalnya yang menyadari arah bisnis jasa keuangan bergeser ke digitalisasi.
Salah satu penyesuaian yang dilakukan adalah mengurangi peserta magang di bagian teller atau customer service representative (CSR) dan call center. Di tahun 2018 peserta magang Bank Mandiri sebesar 3.007 peserta, lebih rendah dibandingkan tahun 2017 sebanyak 3.383 peserta.
Agar mampu menciptakan SDM yang siap bekerja di industri 4.0, Bank Mandiri sedang menyelesaikan kajian untuk menyesuaikan proses bisnis yang ada saat ini agar sejalan dengan perkembangan teknologi.
Senior Vice President Human Capital Services Bank Mandiri, Putu Dewi Prasthiani mengatakan, sebagai pilot project, Bank Mandiri telah membuka magang di bidang IT dan digital banking.
Menurut Putu, Bank Mandiri sedang mengkaji bidang pekerjaan yang akan terdampak industri 4.0. Salah satu bidang pekerjaan yang akan fokus dimagangkan ke depan adalah bagian Teknologi Informasi (TI) dan analisa data.
Untuk mendukung pemagangan berbasisi revolusi industri 4.0, Bank Mandiri juga meningkatkan kualitas instruktur. “Adapun, instruktur atau mentor akan dipilih dari pegawai Bank Mandiri yang memiliki kualitas dan pengalaman dalam bidangnya,” katanya.
Di Bank Mandiri sendiri, setiap peserta magang menjalani proses pemagangan paling lama satu tahun. Mereka ditempatkan magang di unit-unit Bank Mandiri.
Bagi peserta magang yang lulus akan mendapat dua sertifikat, yaitu sertifikat kompetensi magang yang dikeluarkan oleh Bank Mandiri dan sertifikat kompetensi nasional yang dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi Perbankan (LSPP).
“Program magang akan terus dikembangkan untuk dapat menjaring tenaga kerja potensial sesuai kebutuhan perseroan, khususnya menghadapi tantangan bisnis ke depan yang semakin berat di era Revolusi Industri 4.0,” ujar Putu.
***
Lembaga keuangan seperti Bank Mandiri memang harus siap-siap merombak sistem pemagangannya. Pasalnya jabatan yang selama ini dimagangkan, seperti teller atau customer service representative (CSR) maupun call center, menurut Kementerian Tenaga Kerja adalah jabatan yang akan terhempas oleh revolusi industri 4.0. “Sifatnya yang bisa digantikan komputer,” kata Direktur Pemagangan Kemenaker, Darwanto kepada GATRA.
Selain sektor jasa keuangan dan manufaktur, ada tiga sektor lagi yang akan mengalami revolusi industri 4.0 dalam waktu dekat, yaitu ritel, pariwisata dan kelautan/perikanan.
Darwanto mengatakan, agar lulusan pemagangan siap terjun ke industri 4.0, maka sistem pelatihan dan modul perlu disesuaikan dengan kompetensi yang dibutuhkan. Saat ini kurikulum dan silabus magang berbasisi industri 4.0 belum ditetapkan, baik di tataran standar nasional maupun standar khusus.
Kompetensi Pemagangan Industri 4.0 (Dok. GATRA/far)
Kendati demikian, Darwanto menjelaskan perubahan kurikulum pemagangan di perusahaan bisa disesuaikan dengan cepat sesuai kebutuhan industri 4.0.“Begitu industri berubah, kami berubah. Karena kurikulum magang itu mudah menyesuaikan, beda dengan kurikulum pendidikan,” kata dia.
Penyesuaian kurikulum terletak pada unit kompetensi yang dicapai dalam magang. Misalnya magang pekerjaan programmer, unit kompetensinya perlu disusun industri.
Untuk penerapannya, kata Darwanto, dilakukan secara bertahap. “Jadi jangan dibayangkan, sekarang revolusi industri 4.0, semua harus langsung berubah,” ucap Darwanto.
Posisi-posisi pekerjaan yang saat ini berpotensi hilang di industri 4.0 akan disiasati dengan menyisipkan materi-materi kewirausahaan.
Pemagangan di industri garmen misalnya, Kemenaker menyisipkan materi wirausaha agar peserta magang memiliki kompetensi berbisnis. Jadi ke depan posisi itu hilang, maka pekerja bisa langsung beralih ke wirausaha.
Masalah lain, belum semua industri siap melakukan pemagangan berkualitas untuk mencetak SDM industri 4.0. Sebab membutuhkan investasi besar. Perusahaan harus menyiapkan beberapa instrumen pemagangan berkualitas seperti, infrastruktur, modul pemagangan dan instruktur atau mentor.
Berdasarkan data Kemenaker, sepanjang 2018 hanya ada 1.110 perusahaan yang melakukan pemagangan berkualitas di Indonesia. Padahal di wilayah Jabodetabek saja, ada sekitar 500.000 perusahaan.
Jika setengah dari 500.000 perusahaan saja melakukan pemagangan, kata Darwanto, maka setiap tahun ada 5 juta SDM pencari kerja yang ditingkatkan kualitasnya. Dengan asumsi, setiap tahun perusahaan menerima 20 peserta magang. “Coba kalau di pendidikan formal, itu sudah berapa sekolah. Itu juga butuh 3 tahun,” katanya.
Jumlah perusahaan penyelenggara pemagangan di Indonesia (Kementerian Ketenagakerjaan/far)
Koordinator Nasional untuk Proyek Pemagangan ILO, Dede Sudono mengatakan, dalam industri 4.0 akan terjadi banyak pergeseran pekerjaan. Data International Labour Organization (ILO) menyebutkan sekitar 75 -375 juta tenaga kerja global telah beralih profesi.
Menyikapi ini, ILO mendorong asosiasi dan industri menentukan pekerjaan yang akan hilang dan muncul dalam waktu dekat di era industri 4.0. “Kira-kira keterampilan apa yang akan hilang dan keterampilan apa yang akan dibutuhkan,” katanya kepada GATRA.
Dengan begitu, pemagangan dapat dijadikan solusi jangka pendek untuk membenahi kekosongan kompetensi SDM di industri 4.0. Dede menilai, dengan adanya pemetaan yang tepat menghadapi era industri 4.0, pelaksanaan pemagangan bisa tepat sasaran. “Bukan asal- asalan,” katanya.
Jabatan di bidang perhotelan seperti resepsionis misalnya akan berpotensi hilang. Karena pekerjaan tersebut, kata Dede, berpotensi dialihkan ke teknologi aplikasi. “Bisa saja kunci (hotel) sudah bisa dikirim lewat telepon pintar memakai barcode. Hotel enggak perlu lagi resepsionis,” ujarnya.
Di usianya yang sudah 100 tahun, ILO meyakini, perkembangan industri 4.0 akan berlangsung cepat. Saat ini perusahaan-perusahaan global sedang berlomba-lomba menerapkan industri 4.0. Maklum, penerapan industri keempat ini memberikan efisiensi bagi pelaku usaha.
Cuma di Indonesia, tantangan terbesar ialah mencetak SDM yang siap memasuki industri 4.0. Jika industri bertumpu pada pendidikan formal, maka industri nasional mirip seperti odong-odong tadi. Dampaknya, daya saing industri nasional melempem.
Oleh karena itu, sambung Dede, pemagangan berbasis industri 4.0 bisa dilakukan terlebih dulu sembari menunggu kesiapan dunia pendidikan. “Jika hanya mengandalkan sektor pendidikan semata, maka prosesnya akan sangat lama,” katanya.
Hendry Roris Sianturi
Sumber :
https://www.gatra.com/detail/news/420461/economy/strategi-kilat-siasati-revolusi-industri-40
07 Jun 2019 20:22
Jakarta, Gatra.com - Revolusi Industri 4.0 menghilangkan sekaligus menciptakan pekerjaan baru. Pemagangan Berkualitas atau Apprenticeships menjadi solusi jangka pendek beradaptasi dengan Industri 4.0.
***
Ibarat odong-odong, pendidikan Indonesia riuh tapi pergerakannya lambat. Hal ini terlihat dari kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) atau Human Capital Index Indonesia jauh tertinggal dari negara-negara lain.
Tahun lalu, Bank Dunia mencatat kualitas SDM Indonesia di peringkat ke-6 ASEAN di bawah Singapura, Vietnam, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Pendidikan formal Indonesia juga gagal mencetak lulusan siswa dan mahasiswa yang sesuai dan terkait (link and match) dengan kebutuhan industri.
Fasilitas seperti infrastruktur laboratorium dan praktik di sekolah atau kampus masih jauh tertinggal dan tidak mengikuti standar industri.
“Misalnya alat praktik di politeknik, harusnya alat yang digunakan sesuai standar pabrik. Tapi sekarang alat-alatnya justru ketinggalan dua generasi dari pabrik,” kata Koordinator Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) Kementerian Perindustrian.
Mujiyono khawatir, jika persoalan link and match tidak diatasi, maka Indonesia hanya akan menjadi penonton di era revolusi industri 4.0. “Pendidikan formal kita masih bersifat konvensional,” katanya kepada GATRA.
Industri 4.0 berbasis pada internet dan digital dengan terapan Internet of Things (IoT), Artificial intelligence (AI), Robotic dan Big Data. Dibandingkan revolusi industri 3.0, revolusi industri 4.0 dapat menciptakan efisiensi produksi dan rantai pasok (supply chain) yang ringkas sehingga harga dan kualitas produk lebih kompetitif.
Mujiyono menjelaskan, industri 4.0 bukan ancaman bagi para pekerja saat ini dan tidak akan menyebabkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal. Kalaupun ada profesi yang hilang di industri 4.0, tetapi ada juga profesi baru yang muncul. “Kita enggak bisa menghindar,” ujarnya.
Kemenperin memprediksi, pada era industri 4.0 akan ada 75 juta profesi atau jabatan yang hilang. Namun demikian, ada pula 133 juta pekerjaan baru yang tercipta.
Beberapa pekerjaan yang hilang, meliputi: akuntan, auditor, tukang pos, pekerja perakitan pabrik, ahli las, teller bank, travel agen, juru masak dan banyak lainnya.
Sedangkan pekerjaan-pekerjaan baru yang muncul seperti: analis data, data scientist, pengembang piranti lunak, dan sebagainya.“Jadi (revolusi industri 4.0) akan menyerap tenaga kerja. Hanya saja, profesinya yang bergeser,” kata dia.
Pekerjaan yang tumbuh di Revolusi Industri 4.0
Pekerjaan yang tumbang di Revolusi Industri 4.0
Kemenperin dan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi sedang menggagas peningkatan kualitas SDM yang sesuai dengan kebutuhan revolusi industri 4.0 dengan membangun 500 politeknik baru.
Rencananya, pembangunan politeknik akan melibatkan beberapa kementerian dan perusahaan besar dengan rincian: Kemenperin membangun 100 politeknik, Kemenristekdikti membangun 265 politeknik, beberapa Kementerian lain membangun 60 politeknik, dan swasta membangun 75 politeknik.
Khusus untuk 100 politeknik baru yang akan dibangun Kemenperin, akan ditempatkan di 100 kawasan industri.
Berikutnya, strategi kedua adalah merevitalisasi 5.000 Sekolah Menengah Kejuruan hingga tahun 2024 mendatang. Hingga saat ini sudah ada 2.612 SMK yang disesuaikan dengan kebutuhan industri dan sisanya masih akan terus direvitalisasi.
Hanya saja, penerapan dua strategi tersebut membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Untuk membangun satu Politeknik saja dibutuhkan Rp206 miliar di luar pengadaan lahan.
Dengan demikian, untuk membangun 100 Politeknik dibutuhkan setidaknya Rp20,6 triliun atau sekitar Rp103 triliun untuk 500 Politeknik. “Anggaran sebesar itu untuk penyediaan gedung, pelatihan dan alat-alat di dalamnya,” ujar Mujiyono.
Belum lagi “membujuk” perusahaan untuk membangun Politeknik tidaklah gampang. Untuk menarik pihak swasta membangun politeknik, pemerintah menawarkan insentif tax super deduction (keringanan pajak).
Hanya saja, pemberlakuan paket insentif ini belum jelas kepastiannya karena Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP)nya masih menunggu tanda tangan presiden.
Memang, dibutuhkan waktu lama untuk mewujudkan dua strategi di atas. Membangun Politeknik saja menghabiskan waktu satu hingga dua tahun. Setelah itu, begitu politeknik beroperasi, masih dibutuhkan waktu tiga tahun lagi untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan industri 4.0.
Dengan berpijak pada perencanaan di atas, maka Indonesia baru bisa mendapatkan SDM yang sesuai dengan kebutuhan industri 4.0 pada 2024 atau 2025 mendatang. Dengan catatan, pelaksanaan dua langkah di atas sesuai dengan waktu yang direncanakan.
Di luar dua strategi tadi, ada strategi lain yang lebih efisien untuk mencetak SDM di era industri 4.0, yaitu melalui program pemagangan berkualitas (Apprenticeships). Tahun 2020 pemerintah mentargetkan peserta magang sebanyak 2 juta orang.
Fokus Kemenperin meningkatkan kualitas SDM menghadapi industri 4.0, meliputi beberapa sektor, yaitu makanan dan minuman, tekstil dan busana, otomotif, kimia, serta elektronik.
Lima sektor ini menyumbang sekitar 60 persen Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, menyerap 60 persen tenaga kerja nasional dan menyumbang 65 persen produk ekspor.
Ditargetkan, tahun 2030 mendatang sekitar 50 persen industri dari lima sektor itu sudah menerapkan industri 4.0. Apabila kelimanya tumbuh dengan baik, maka ekonomi nasional bisa berjalan lebih kencang.
***
Salah satu perusahaan otomotif yang mulai mengaplikasikan industri 4.0 adalah PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN). Untuk mendukung pelaksanaan, TMMIN mencetak SDM yang berkompeten dengan cara membuka pemagangan Apprenticeships.
General Manager PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Subchan Gatot mengatakan, TMMIN telah membuka pemagangan sejak dua tahun terakhir. Satu kali proses pemagangan berlangsung selama setengah tahun.
Jumlah peserta magang yang bisa diterima TMMIN dalam enam bulan sekitar 120 orang, yang terbagi dalam dua batch. Adapun total peserta magang yang lulus pemagangan di TMMIN hingga akhir 2018 mencapai 329 peserta.
Dari jumlah tersebut, 95 persen di antaranya langsung diterima bekerja setelah mendapat sertifikat pemagangan. Mereka diterima bekerja bukan saja di TMMIN, tetapi juga di perusahaan-perusahaan otomotif lain.
Pemagangan di TMMIN bukanlah praktik kerja untuk siswa maupun mahasiswa yang sedang studi, melainkan pemagangan untuk pencari kerja, baik dari lulusan SMK maupun Politeknik. Sistem magang TMMIN mengadopsi pemagangan di Jerman, yaitu 70 persen praktik dan 30 persen teori.
Dalam seminggu, peserta mengikuti kelas pemagangan selama lima hari, yaitu empat hari di pabrik dan satu hari di kelas. Mereka didampingi mentor dan instruktur saat teori dan praktik. “Mereka mengajari dan mengawasi selama proses magang,” katanya kepada GATRA.
Di akhir proses magang, peserta akan dievaluasi dan diuji berdasarkan standar Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Jika lulus, peserta akan mendapatkan sertifikat BNSP. “Jadi, begitu lulus dari Toyota mereka mendapatkan dua sertifikasi, pertama sertifikat lulusan internal, lalu kedua sertifikat dari BNSP,” ujarnya.
Saat ini TMMIN memasukkan beberapa materi industri 4.0 dalam proses pemagangan untuk meningkatkan kualitas SDM. Dalam waktu dekat, TMMIN bahkan sudah mempersiapkan modul untuk pemagangan sistem smart manufacturing.
Smart manufacturing merupakan sistem kerja berbasis industri 4.0. Subchan mencontohkan, dalam smart manufacturing, orang bagian maintenance bukan lagi menunggu mesin rusak, kemudian memperbaikinya. Melainkan sudah bisa memprediksi kapan mesin akan rusak, lalu mencegahnya sebelum rusak.
Bidang lain di sektor otomotif yang akan bergeser adalah bagian las. Nantinya pekerjaan las akan dilakukan robot. “Tapi walaupun dia (manusia) bukan yang mengelas, namun dia yang akan mengendalikan robotnya. Robot kan dikendalikan juga sama manusia,” tambah Subchan.
Selain menciptakan peserta magang berbasis industri 4.0, TMMIN juga meningkatkan kualitas instruktur magang berbasis industri 4.0. Salah satu instruktur pemagangan TMMIN bahkan diikutkan dalam Pelatihan Master Trainer.
Output kegiatan yang pertama kali dilakukan di Indonesia ini adalah mencetak para peserta master trainer yang sesuai dengan perkembangan industri 4.0. Para peserta master trainer yang lulus, akan melatih instruktur magang di masing-masing perusahaan.
Selain TMMIN, perusahaan lain di sektor kimia, yaitu PT Pupuk kujang juga aktif melakukan pemagangan sejak 1987. Durasi pemagangan sekitar satu tahun dengan jumlah peserta 30-40 orang per tahun.
Ketua Badan Pembina Manajemen Mutu Terpadu PT Pupuk Kujang Dodi Pramadi mengatakan, para peserta magang di PT Pupuk Kujang adalah para pencari kerja lulusan SMK, politeknik ataupun universitas.
Sejak 2017, proses pemagangan di perusahaan ini dijalankan berdasarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) sehingga seluruh peserta mendapatkan sertifikasi dari BNSP.
Menurut Dodi, saat ini PT Pupuk Kujang juga sedang menyusun kurikulum berbasis industri 4.0 untuk pemagangan karena banyak pergeseran jabatan dan pekerjaan. Dodi mengakui, di era industri 4.0, perusahaan pupuk akan melakukan efisiensi karyawan.
Sekitar tahun 70an, kata Dodi, industri pupuk merupakan salah satu industri padat karya. Begitu tahun 2000an, pabrik menggunakan teknologi baru. Akibatnya terjadi pemangkasan jumlah karyawan hingga setengahnya.
“Sekarang kita mau membangun pabrik lagi di Sulawesi yang lebih besar dari Jawa Barat. Ini karyawannya semakin lebih sedikit,” katanya kepada GATRA.
Bagian-bagian pekerjaan yang hilang di industri pupuk salah satunya bagian pemutar mesin. Dulu, tenaga pemutar menggunakan manusia dan sekarang diganti mesin. Demikian pula, bagian operator mesin juga akan hilang karena digantikan mesin otomatis.
Meski demikian, ada beberapa pekerjaan yang tetap digunakan di industri pupuk era industri 4.0 seperti bagian pemeliharaan, instrumen, tenaga inspeksi, tenaga safety, kemudian keuangan.
Menurut Dodi, magang dapat menyelesaikan permasalahan link and match antara industri dan pendidikan formal. “Harusnya sekolah melihat itu. Misalnya butuh mengelas di dalam air yang jarang disiapkan. Seharusnya sekolah menyiapkan itu,” ucapnya.
Di sisi lain, pemerintah juga harus terlibat aktif menghubungkan pendidikan dengan pemagangan berbasis industri 4.0. “Dikaitkan ke Balai Latihan Kerja (BLK). Setelah itu, akan terhubung ke industri. Ini harus cepat karena Indonesia termasuk ketinggalan,” tambah Dodi.
***
Selain industri manufaktur, industri jasa keuangan juga mengalami terjangan revolusi industri 4.0. Bank Mandiri misalnya yang menyadari arah bisnis jasa keuangan bergeser ke digitalisasi.
Salah satu penyesuaian yang dilakukan adalah mengurangi peserta magang di bagian teller atau customer service representative (CSR) dan call center. Di tahun 2018 peserta magang Bank Mandiri sebesar 3.007 peserta, lebih rendah dibandingkan tahun 2017 sebanyak 3.383 peserta.
Agar mampu menciptakan SDM yang siap bekerja di industri 4.0, Bank Mandiri sedang menyelesaikan kajian untuk menyesuaikan proses bisnis yang ada saat ini agar sejalan dengan perkembangan teknologi.
Senior Vice President Human Capital Services Bank Mandiri, Putu Dewi Prasthiani mengatakan, sebagai pilot project, Bank Mandiri telah membuka magang di bidang IT dan digital banking.
Menurut Putu, Bank Mandiri sedang mengkaji bidang pekerjaan yang akan terdampak industri 4.0. Salah satu bidang pekerjaan yang akan fokus dimagangkan ke depan adalah bagian Teknologi Informasi (TI) dan analisa data.
Untuk mendukung pemagangan berbasisi revolusi industri 4.0, Bank Mandiri juga meningkatkan kualitas instruktur. “Adapun, instruktur atau mentor akan dipilih dari pegawai Bank Mandiri yang memiliki kualitas dan pengalaman dalam bidangnya,” katanya.
Di Bank Mandiri sendiri, setiap peserta magang menjalani proses pemagangan paling lama satu tahun. Mereka ditempatkan magang di unit-unit Bank Mandiri.
Bagi peserta magang yang lulus akan mendapat dua sertifikat, yaitu sertifikat kompetensi magang yang dikeluarkan oleh Bank Mandiri dan sertifikat kompetensi nasional yang dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi Perbankan (LSPP).
“Program magang akan terus dikembangkan untuk dapat menjaring tenaga kerja potensial sesuai kebutuhan perseroan, khususnya menghadapi tantangan bisnis ke depan yang semakin berat di era Revolusi Industri 4.0,” ujar Putu.
***
Lembaga keuangan seperti Bank Mandiri memang harus siap-siap merombak sistem pemagangannya. Pasalnya jabatan yang selama ini dimagangkan, seperti teller atau customer service representative (CSR) maupun call center, menurut Kementerian Tenaga Kerja adalah jabatan yang akan terhempas oleh revolusi industri 4.0. “Sifatnya yang bisa digantikan komputer,” kata Direktur Pemagangan Kemenaker, Darwanto kepada GATRA.
Selain sektor jasa keuangan dan manufaktur, ada tiga sektor lagi yang akan mengalami revolusi industri 4.0 dalam waktu dekat, yaitu ritel, pariwisata dan kelautan/perikanan.
Darwanto mengatakan, agar lulusan pemagangan siap terjun ke industri 4.0, maka sistem pelatihan dan modul perlu disesuaikan dengan kompetensi yang dibutuhkan. Saat ini kurikulum dan silabus magang berbasisi industri 4.0 belum ditetapkan, baik di tataran standar nasional maupun standar khusus.
Kompetensi Pemagangan Industri 4.0 (Dok. GATRA/far)
Kendati demikian, Darwanto menjelaskan perubahan kurikulum pemagangan di perusahaan bisa disesuaikan dengan cepat sesuai kebutuhan industri 4.0.“Begitu industri berubah, kami berubah. Karena kurikulum magang itu mudah menyesuaikan, beda dengan kurikulum pendidikan,” kata dia.
Penyesuaian kurikulum terletak pada unit kompetensi yang dicapai dalam magang. Misalnya magang pekerjaan programmer, unit kompetensinya perlu disusun industri.
Untuk penerapannya, kata Darwanto, dilakukan secara bertahap. “Jadi jangan dibayangkan, sekarang revolusi industri 4.0, semua harus langsung berubah,” ucap Darwanto.
Posisi-posisi pekerjaan yang saat ini berpotensi hilang di industri 4.0 akan disiasati dengan menyisipkan materi-materi kewirausahaan.
Pemagangan di industri garmen misalnya, Kemenaker menyisipkan materi wirausaha agar peserta magang memiliki kompetensi berbisnis. Jadi ke depan posisi itu hilang, maka pekerja bisa langsung beralih ke wirausaha.
Masalah lain, belum semua industri siap melakukan pemagangan berkualitas untuk mencetak SDM industri 4.0. Sebab membutuhkan investasi besar. Perusahaan harus menyiapkan beberapa instrumen pemagangan berkualitas seperti, infrastruktur, modul pemagangan dan instruktur atau mentor.
Berdasarkan data Kemenaker, sepanjang 2018 hanya ada 1.110 perusahaan yang melakukan pemagangan berkualitas di Indonesia. Padahal di wilayah Jabodetabek saja, ada sekitar 500.000 perusahaan.
Jika setengah dari 500.000 perusahaan saja melakukan pemagangan, kata Darwanto, maka setiap tahun ada 5 juta SDM pencari kerja yang ditingkatkan kualitasnya. Dengan asumsi, setiap tahun perusahaan menerima 20 peserta magang. “Coba kalau di pendidikan formal, itu sudah berapa sekolah. Itu juga butuh 3 tahun,” katanya.
Jumlah perusahaan penyelenggara pemagangan di Indonesia (Kementerian Ketenagakerjaan/far)
Koordinator Nasional untuk Proyek Pemagangan ILO, Dede Sudono mengatakan, dalam industri 4.0 akan terjadi banyak pergeseran pekerjaan. Data International Labour Organization (ILO) menyebutkan sekitar 75 -375 juta tenaga kerja global telah beralih profesi.
Menyikapi ini, ILO mendorong asosiasi dan industri menentukan pekerjaan yang akan hilang dan muncul dalam waktu dekat di era industri 4.0. “Kira-kira keterampilan apa yang akan hilang dan keterampilan apa yang akan dibutuhkan,” katanya kepada GATRA.
Dengan begitu, pemagangan dapat dijadikan solusi jangka pendek untuk membenahi kekosongan kompetensi SDM di industri 4.0. Dede menilai, dengan adanya pemetaan yang tepat menghadapi era industri 4.0, pelaksanaan pemagangan bisa tepat sasaran. “Bukan asal- asalan,” katanya.
Jabatan di bidang perhotelan seperti resepsionis misalnya akan berpotensi hilang. Karena pekerjaan tersebut, kata Dede, berpotensi dialihkan ke teknologi aplikasi. “Bisa saja kunci (hotel) sudah bisa dikirim lewat telepon pintar memakai barcode. Hotel enggak perlu lagi resepsionis,” ujarnya.
Di usianya yang sudah 100 tahun, ILO meyakini, perkembangan industri 4.0 akan berlangsung cepat. Saat ini perusahaan-perusahaan global sedang berlomba-lomba menerapkan industri 4.0. Maklum, penerapan industri keempat ini memberikan efisiensi bagi pelaku usaha.
Cuma di Indonesia, tantangan terbesar ialah mencetak SDM yang siap memasuki industri 4.0. Jika industri bertumpu pada pendidikan formal, maka industri nasional mirip seperti odong-odong tadi. Dampaknya, daya saing industri nasional melempem.
Oleh karena itu, sambung Dede, pemagangan berbasis industri 4.0 bisa dilakukan terlebih dulu sembari menunggu kesiapan dunia pendidikan. “Jika hanya mengandalkan sektor pendidikan semata, maka prosesnya akan sangat lama,” katanya.
Hendry Roris Sianturi
Sumber :
https://www.gatra.com/detail/news/420461/economy/strategi-kilat-siasati-revolusi-industri-40
Subscribe to:
Posts (Atom)