Perusahaan kami telah mengimplementasikan SAP selama 2 Th. Sebenarnya dalam mengimplementasikan sebuah ERP ( baik SAP, BAAN, Symix, Mincom dll ) tidak ada yang namanya "yang mana telur dan yang mana ayam". Kenapa saya bilang begitu ???? Sudah disepakati secara UMUM, Laporan keuangan merupakan barometer kegiatan usaha. Mau tidak mau, setuju tidak setuju bagaimanapun kita harus akui bahwa pembuatan Laporan Keuangan terletak dibagian Financial Accounting.
Nah yang menjadi pertanyaan, apabila si akuntan ngotot minta FI/CO ( modul Accounting di SAP ) diimplementasikan Accounting terlebih dahulu, atau apabila si insinyur produksi ngotot minta Prod Planning ( modul produksi di SAP) diimplementasikan untuk produksi terlebih dahulu, atau apabila si Mgr PPC/Purchasing ngotot minta Material Mgmt ( salah satu modul di SAP) diimplementasikan untuk management inventory terlebih dahulu, atau apabila si Salesman ngotot minta Sales Distribution ( modul produksi di SAP) diimplementasikan marketing terlebih dahulu, dan lain sebagainya ....
Apakah diperlukan urutan untuk mengimplementasikan modul-2 tsb diatas??
Jawabannya tidak perlu....kita dapat mengimplentasikan ERP dengan beberapa modul sekaligus.
Yang terpenting membentuk suatu siklus yang muaranya menjadi laporan keuangan.Kalau tidak bisa membuat siklus ( kasarnya setiap modul bediri sendiri dan tidak conect ke modul lain) system ERP yang mahal akan mubazir diterapkan alias buang - buang duit saja.
Contoh sederhana di system SAP u/manuf :
Modul SD
Salesman terima PO dari Customer dan menginput PO tersebut di sebagai Sales
Order yang nantinya berfungsi sbg
1. Permintaan Produksi ke PPIC ( bagi perusahaan manufacture)
2. sebagai dasar pembuatan dokumen-2 untuk intern ( surat jalan dll)
maupun extern ( Invoice, F.Pajak dll )
Modul MM
1. Berdasarkan SO dari marketing, PPIC merencanakan produksi,melakukan penyediaan material untuk produksi membuat PO (prod Order) ke Pabrik sebagai perintah produksi.
2. Agar material u/prod terjamin cukup atau tidak berlebihan, PPIC dapat melihat ketersediaan Inventory digudang. Apabila material belum ada PPIC akan meminta bagian Purchasing untuk membeli barang.
3. Selanjutnya Purchasing membuat PO ( Purchasing Order) ke Vendor dan diterima Oleh Gudang.Setelah barang diterima oleh gudang, Purchasing akan mencatat Invoice / faktur dari Vendor sebagai Utang.
4. Selanjutnya berdasarkan Prod Order, Gudang akan mengirim barang ke bagian Produksi.
Modul PP
1. Berdasarkan Prod Order, melakukan Produksi . Disini semua material dan tenaga Kerja dipakai dicatat.
2. Setelah selesai dikirim ke gudang
Modul FI/CO
1.Memverifikasi t serta meng automatic counting Cost product
2. Melakukan pencatatan Pembayaran Utang dan Penerimaan Piutang
3. Memverifikasi laporan keuangan yang timbul dari transaksi tsb diats ( jurnal terjadi secara Automatic)
PO Cust---> Permintaan Barang o/Marketing ke PPIC--> Permintaan Produksi oleh PPIC ke Pabrik ----> Produksi oleh Pabrik ----> Pembuatan dan Penagihan Invoice ke Customer oleh Acc/Fin ----> Lapoaran Keuangan
paling tidak modul diatas dapat diimplementasikan serentak.
Salam ERP
Team Help Desk
Sumber: www.erpweaver.com
Supply Chain Management (SCM) adalah serangkaian kegiatan yang meliputi koordinasi, penjadwalan, dan pengendalian terhadap pengadaan, produksi, persediaan dan pengiriman produk ataupun layanan jasa kepada pelanggan yang mencakup administrasi harian, operasi , logistik dan pengolahan informasi mulai dari customer hingga supplier.
Friday, July 26, 2013
Cerita Implementasi SAP ERP System
Wednesday, July 10, 2013
Manajemen Persediaan: Pengantar
Persediaan (inventory) adalah stok atau item-item yang digunakan untuk mendukung produksi (bahan baku dan barang setengah jadi), kegiatan-kegiatan (perawatan, perbaikan, dan operating supplies), dan pelayanan pelanggan (barang jadi dan suku cadang). Dalam theory of contraints, item-item tersebut dibeli untuk dijual kembali, mencakup barang jadi, barang setengah jadi, dan bahan baku (APICS Dictionary, 10th ed.)
Menurut Stock & Lambert (2001), persediaan harus diadakan dengan beberapa alasan, yaitu: (1) economies of scale, yaitu pengadaan akan bersifat ekonomis jika mencapai jumlah tertentu, (2) keseimbangan jumlah pasokan dan permintaan, (3) spesialisasi, (4) melindungi dari ketidakpastian, dan (5) sebagai penyangga (buffer) sepanjang rantai pasok.
Persediaan dapat dibedakan atas beberapa jenis atau tipe, yaitu: persediaan siklus (cycle stock), persediaan in-transit, persediaan pengaman atau penyangga (safety atau buffer stock), persediaan spekulatif (speculative stock), persediaan musiman (seasonal stock), dan dead stock.
Konsekuensi dari adanya persediaan adalah munculnya biaya-biaya yang harus dikeluarkan. Biaya utama persediaan dapat dibedakan atas: inventory carrying costs, order/setup costs, expected stock-out costs, dan in-transit inventory carrying costs.
Inventory carrying costs mencakup: biaya modal (capital cost), biaya ruang penyimpanan (storage space cost), biaya pelayanan persediaan (inventory service cost), dan biaya risiko persediaan (inventory risk cost).
Jumlah persediaan harus dikelola pada suatu tingkat yang optimal. Jumlah persediaan yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan berdampak terhadap biaya atau risiko tertentu.
a. Jumlah atau tingkat persediaan yang tinggi memang memberikan beberapa keuntungan, seperti jaminan terpenuhinya pasokan untuk kegiatan produksi atau pemenuhan permintaan pelanggan. Namun, konsekuensi dari tingkat persediaan yang tinggi adalah biaya besar yang harus ditanggung, baik biaya modal maupun biaya risiko persediaan. Risiko persediaan mencakup risiko-risiko: kehilangan, kerusakan, dan keusangan (obsolescence).
b. Dengan jumlah atau tingkat persediaan yang rendah, berarti biaya modal yang dikeluarkan juga rendah. Namun, jumlah atau tingkat persediaan yang rendah berdampak terhadap jaminan pasokan yang rendah untuk produksi dan pemenuhan permintaan pelanggan. Apabila produksi dan pemenuhan permintaan pelanggan terganggu, maka terjadi kehilangan peluang penjualan (lost of sales) hingga kehilangan pelanggan (lost of customers).
Menurut Stock & Lambert (2001), persediaan harus diadakan dengan beberapa alasan, yaitu: (1) economies of scale, yaitu pengadaan akan bersifat ekonomis jika mencapai jumlah tertentu, (2) keseimbangan jumlah pasokan dan permintaan, (3) spesialisasi, (4) melindungi dari ketidakpastian, dan (5) sebagai penyangga (buffer) sepanjang rantai pasok.
Persediaan dapat dibedakan atas beberapa jenis atau tipe, yaitu: persediaan siklus (cycle stock), persediaan in-transit, persediaan pengaman atau penyangga (safety atau buffer stock), persediaan spekulatif (speculative stock), persediaan musiman (seasonal stock), dan dead stock.
Konsekuensi dari adanya persediaan adalah munculnya biaya-biaya yang harus dikeluarkan. Biaya utama persediaan dapat dibedakan atas: inventory carrying costs, order/setup costs, expected stock-out costs, dan in-transit inventory carrying costs.
Inventory carrying costs mencakup: biaya modal (capital cost), biaya ruang penyimpanan (storage space cost), biaya pelayanan persediaan (inventory service cost), dan biaya risiko persediaan (inventory risk cost).
Jumlah persediaan harus dikelola pada suatu tingkat yang optimal. Jumlah persediaan yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan berdampak terhadap biaya atau risiko tertentu.
a. Jumlah atau tingkat persediaan yang tinggi memang memberikan beberapa keuntungan, seperti jaminan terpenuhinya pasokan untuk kegiatan produksi atau pemenuhan permintaan pelanggan. Namun, konsekuensi dari tingkat persediaan yang tinggi adalah biaya besar yang harus ditanggung, baik biaya modal maupun biaya risiko persediaan. Risiko persediaan mencakup risiko-risiko: kehilangan, kerusakan, dan keusangan (obsolescence).
b. Dengan jumlah atau tingkat persediaan yang rendah, berarti biaya modal yang dikeluarkan juga rendah. Namun, jumlah atau tingkat persediaan yang rendah berdampak terhadap jaminan pasokan yang rendah untuk produksi dan pemenuhan permintaan pelanggan. Apabila produksi dan pemenuhan permintaan pelanggan terganggu, maka terjadi kehilangan peluang penjualan (lost of sales) hingga kehilangan pelanggan (lost of customers).
Dead Stock
Secara umum "inventory" untuk orang finance merupkan satu "asset". Akan tetapi untuk kita di jurusan operasi harus menganggapnya satu "liability" karena tiap satu unit inventory yang disimpan tidak mempunyai nilai (value).
Karena inventory yang disimpan dan tidak dijual menaggung kos - opportunity cost. Kalo tidak disimpan, opportunity cost nya dlm bentuk interest yang bisa dapet apabila wang itu diinvestasi di bank. Kalo bicara slow moving atau regular inventory maka cost of money akan terikat sampei waktu stok itu dapet dijual.
Akan tetapi kalo dead stock, itu akan mendatangkan kos yang lebih tinggi dan merupakan risiko obsolosence dlm mana kos nya akan masuk obsolesence cost, dan lain kos lagi yang terkait termasuk write down kos apabila stok itu mati terus dan harus di buang atau dijual below cost of good sold (COGS) nya.
Garis ukur stok tersebut sebelum kita deklarasi skrap tergantung dasar policy organisasi masing masing. Garis umum: apabila stok itu dirancang sudah tentu perancanaan itu di buat atas pertimbangan lakunya stok itu - fast mover, medium atau slow mover?
Yang harus hati2 adalah medium dan slow mover oleh karena stok tipe ini mengandung risiko obsolesence.
Ramlee
Sumber : milis Asosiasi Logistic Indonesia
Karena inventory yang disimpan dan tidak dijual menaggung kos - opportunity cost. Kalo tidak disimpan, opportunity cost nya dlm bentuk interest yang bisa dapet apabila wang itu diinvestasi di bank. Kalo bicara slow moving atau regular inventory maka cost of money akan terikat sampei waktu stok itu dapet dijual.
Akan tetapi kalo dead stock, itu akan mendatangkan kos yang lebih tinggi dan merupakan risiko obsolosence dlm mana kos nya akan masuk obsolesence cost, dan lain kos lagi yang terkait termasuk write down kos apabila stok itu mati terus dan harus di buang atau dijual below cost of good sold (COGS) nya.
Garis ukur stok tersebut sebelum kita deklarasi skrap tergantung dasar policy organisasi masing masing. Garis umum: apabila stok itu dirancang sudah tentu perancanaan itu di buat atas pertimbangan lakunya stok itu - fast mover, medium atau slow mover?
Yang harus hati2 adalah medium dan slow mover oleh karena stok tipe ini mengandung risiko obsolesence.
Ramlee
Sumber : milis Asosiasi Logistic Indonesia
Transportasi
Transportasi merupakan salah satu komponen dalam sistem logistik (di samping persediaan, pergudangan, dan sistem informasi). Dengan membagi logistik menjadi dua aktivitas utama, yaitu pemindahan (flow) dan penyimpanan (storage), maka transportasi berperan dalam aktivitas pemindahan/pengiriman barang.
Dalam sistem logistik, aktivitas transportasi mencakup perencanaan, penjadwalan, dan pengendalian aktivitas yang berkaitan dengan moda, vendor, dan pemindahan persediaan masuk dan keluar dalam suatu perusahaan.
Pemilihan moda merupakan permasalahan yang penting. Pemilihan moda dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal, seperti kondisi geografis, kapasitas, frekuensi, biaya (tarif), kapasitas, availabilitas, kualitas pelayanan dan reliabilitas (waktu pengiriman, variabilitas, reputasi, dll.).
Pada umumnya, moda transportasi dibedakan atas kereta api, truk, transportasi air, transportasi udara, dan pipa. Pemilihan moda didasarkan pada kriteria pemilihan yang ditunjukkan pada tabel berikut ini.
Tabel Kriteria Pemilihan Moda
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam transportasi adalah mengenai local pickup and delivery serta long-haul movements. Perusahaan terkait biasanya memperhatikan perbedaan karakteristik jangkauan atau jarak ini dengan strategi transportasi yang berbeda. Untuk local pickup and delivery, perusahaan biasanya menggunakan armada sendiri. Untuk long-haul movements, biasanya menggunakan outsourcing dari penyedia jasa logistik (third-party logistics provider).
Dalam transportasi, pertimbangan ekonomis mencakup jarak, volume, berat, kepadatan (density), dan bentuk (stowability). Pertambahan jarak, misalnya, akan berakibat bertambahnya biaya. Namun, pertambahan jarak tidak berbanding lurus dengan pertambahan biaya. Pertambahan biaya ini cenderung akan berkurang ketika jarak terus bertambah.
Volume dan berat barang atau produk akan mempengaruhi ekonomisasi transportasi, yaitu biaya per satuan berat barang. Semakin berat barang, maka biaya per satuan berat barang akan cenderung semakin murah.
Tingkat kepadatan dan kemudahan bentuk barang atau produk untuk disusun dalam moda transportasi juga akan mempengaruhi ekonomisasi transportasi. Semakin mudah penyusunan barang atau produk tersebut berarti transportasi semakin ekonomis, karena barang atau produk tersebut akan semakin memaksimalkan penggunaan kapasitas moda.
Semoga bermanfaat.
Salam,
Setijadi
www.SupplyChainIndonesia.com
Dalam sistem logistik, aktivitas transportasi mencakup perencanaan, penjadwalan, dan pengendalian aktivitas yang berkaitan dengan moda, vendor, dan pemindahan persediaan masuk dan keluar dalam suatu perusahaan.
Pemilihan moda merupakan permasalahan yang penting. Pemilihan moda dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal, seperti kondisi geografis, kapasitas, frekuensi, biaya (tarif), kapasitas, availabilitas, kualitas pelayanan dan reliabilitas (waktu pengiriman, variabilitas, reputasi, dll.).
Pada umumnya, moda transportasi dibedakan atas kereta api, truk, transportasi air, transportasi udara, dan pipa. Pemilihan moda didasarkan pada kriteria pemilihan yang ditunjukkan pada tabel berikut ini.
Tabel Kriteria Pemilihan Moda
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam transportasi adalah mengenai local pickup and delivery serta long-haul movements. Perusahaan terkait biasanya memperhatikan perbedaan karakteristik jangkauan atau jarak ini dengan strategi transportasi yang berbeda. Untuk local pickup and delivery, perusahaan biasanya menggunakan armada sendiri. Untuk long-haul movements, biasanya menggunakan outsourcing dari penyedia jasa logistik (third-party logistics provider).
Dalam transportasi, pertimbangan ekonomis mencakup jarak, volume, berat, kepadatan (density), dan bentuk (stowability). Pertambahan jarak, misalnya, akan berakibat bertambahnya biaya. Namun, pertambahan jarak tidak berbanding lurus dengan pertambahan biaya. Pertambahan biaya ini cenderung akan berkurang ketika jarak terus bertambah.
Volume dan berat barang atau produk akan mempengaruhi ekonomisasi transportasi, yaitu biaya per satuan berat barang. Semakin berat barang, maka biaya per satuan berat barang akan cenderung semakin murah.
Tingkat kepadatan dan kemudahan bentuk barang atau produk untuk disusun dalam moda transportasi juga akan mempengaruhi ekonomisasi transportasi. Semakin mudah penyusunan barang atau produk tersebut berarti transportasi semakin ekonomis, karena barang atau produk tersebut akan semakin memaksimalkan penggunaan kapasitas moda.
Semoga bermanfaat.
Salam,
Setijadi
www.SupplyChainIndonesia.com
Subscribe to:
Posts (Atom)