Pages

Saturday, December 7, 2019

5 Tahun ke Depan, Biaya Logistik RI Berpotensi Turun 4-5%

Abdul Muslim, 
Sabtu, 7 Desember 2019 | 09:25 WIB 

JAKARTA, investor.id  -- Indonesia berpotensi bisa menurunkan biaya logistik (logistic cost) 4-5% dalam lima tahun ke depan. Proyeksi penurunan itu akan terjadi jika pelabuhan-pelabuhan Indonesia menerapkan konsep pelabuhan yang terintegrasi dan menjadi fasilitator perdagangan (trade fasilitator), atau market place.

"Tapi, saya yakin sekali, berdasarkan simulasi yang kami bikin, kalau ini terjadi, logistic cost kita akan turun 4-5% dalam 5 tahun mendatang," ungkap Dirut PT Pelindo II (IPC) Elvyn G Masassya, di sela peringatan HUT Pelindo II (IPC) ke-27 di Jakarta, Jumat (6/12) malam.

Dia menjabarkan, salah satu fungsi utama (main function) dari pelabuhan adalah bagaimana agar Indonesia ke depan punya daya saing. Sedangkan daya saing akan meningkat jika logistic cost bisa diturunkan dan rendah. "Dalam rangka mencapai logistic cost rendah, menurut hemat saya, menjadikan pelabuhan itu sebagai trade fasilitator. 

Pelabuhan bukan hanya sebagai pelabuhan, tapi dia bisa mendukung perdagangan," bebernya. Dirut PT Pelindo II (IPC) Elvyn G. Masassya. Foto: Investor Daily/Primus Dorimulu Menurut Elvyn, sebagai trade fasilitator, pelabuhan pun harus dibuat terintegrasi dengan kawasan industri, sehingga distribusi barang dari kawasn industri lebih murah. Pelabuhan juga mesti terintegrasi dengan pelayaran, sehingga kapal- kapal yang membawa barang menjadi lebih gampang terhubung (linked) dengan pelabuhan tersebut.

"Nah, semua itu tadi baru akan terjadi kalau kita menerapkan konsep pelabuhan sebagai trade fasilitator, di mana pemilik barang, pengelola transportasi, pelabuhan, dan pemilik kapal ada dalam satu platform.Platform inilah yang kita sebut sebagai trade fasilitator, atau market place," jelasnya.

Dengan cara tersebut, semua pengguna jasa, apakah eksportir maupun importir akan mendapatkan kebutuhannya dengan secara cepat dan lebih transparan. Mereka pun membutuhkan kapal, pergudangan, dan transportasi di satu pelabuhan. Jika semua itu bisa dilakukan, lanjut dia, logistic cost Indonesia akan bisa turun dan produk-produk Indonesia akan punya daya saing lebih tinggi. Karena, biaya ekspornya lebih murah, lebih cepat sampai, dan lebih mudah dimonitor dari sejak dikirimkan sampai ke tempat tujuan.

"Nah, saya pikir ini akan menjadi relevan, kalau konsep ini diterapkan kepada seluruh Pelindo. Artinya, Pelindo yang sekarang tidak dipisahkan lagi berdasarkan regionalnya, tapi berdasarkan fungsi-fungsinya," tuturnya.

Ke depan, idealnya pun hanya ada satu Pelindo sebagai perusahaan BUMN pengelola pelabuhan di Indonesia. Kemudian,  operasi perusahaan sesuai bidangnya, yakni peti kemas, non peti kemas, penyediaan peralatan, penyediaan IT, dan sebagainya, tapi dalam satu kepemilikan Pelindo.

"Kalau dalam satu kepemilikan, maka pemilik/holding ini bisa membuat strategi untuk seluruhnya, bisa memiliki kekuatan keuangan yag lebih memadai, dan pada akhirnya, ada satu standardisasi untuk seluruh pelabuhan di Indonesia," tambah Elvyn.

Dia yakin,  adanya standardisasi,  kekuatan keuangan, dan ada sistem opersional yang baik dalam manajemen kepelabuhan di Tanah Air akan meningkatkan daya saing Indonesia. Pada akhirnya, logistic cost Indonesia juga akan lebih murah. Tak Mudah Dirut PT Pelindo II (IPC) Elvyn G. Masassya.

Elvyn mengakui, konsep pelabuhan di Indonesia sebagai trade fasilitator, atau market place tersebut tidak akan mudah diwujudkan. Indonesia juga setidaknya butuh waktu 3-5 tahun ke depan untuk mencapainya dengan upaya yang sungguh-sungguh dan tak pernah menyerah.

"Tentu, ini memang bukan pekerjaan yang sederhana. Saya membayangkan agar bisa mengimplementasikan utuh itu sekitar 3-5 tahun lagi dari sekarang," tegasnya. Alasannya, karena sistem tersebut harus diperjuangkan secara utuh dan harus bisa diterima dan dijalankan oleh semua pelaku dalam ekosistem.

"Dan, agar pelaku memahami itu, dia mungkin harus melakukan experience (pengalaman). Dan, experince ini kan tidak sekejap, tapi butuh setidaknya 3-5  tahun," ujar dia. Elvyn menyampaikan, di bisnis industri pelabuhan, experince akan menjadi fakta yang dirasakan. Sebagai contoh, misalnya dulu, Indonesia ekspor barang dari Semarang ke Amerika lewat Singapura.

"Nah, lalu, kita coba lewat Jakarta, lebih murah mana, ekspor lewat Singapura, atau Jakarta? Ternyata, kalau experience lebih murah lewat Jakarta,  tentu  dia akan terus lewat Jakarta," imbuhnya. Begitu juga, lanjut dia, dengan konsep trade fasilitator. Jika belum mencoba, pelaku usaha  tentu belum tahu.

Tapi, kalau sudah mencoba dan lebih menguntungkan, hal tersebut akan berdampak kepada ekosistem secara menyeluruh. "Dan saya yakin, inilah sebenarnya konsep mengembangkan  maritim Indonesia, yaitu me-linked antara kawasan industri, pelabuhan, dan pelayaran dalam trilogi maritim di mana sistemnya adalah trade fasilitator," ucapnya.

Kesepahaman Namun, Elvyn berpendapat, yang paling utama adalah perlunya kesepahaman pemikiran dari regulator dan para pelaku pengguna jasa dalam menjadikan pelabuhan sebagai trade fasilitator. Selain itu, dibutuhkan usaha ekstra keras (effort) untuk mensosialisasikan dan memberikan pemahaman yang sama.

"Saya yakin, kalau regulator, player, para pengguna jasa, meyakini sebagai konsep dan dilaksanakan secara  konsisten, disiplin, ekspektasi Indonesia menjadi poros maritim dunia, itu bukan mimpi," tutur dia. Elvyn mengaku, konsep itu secara prinsip sudah didiskusikan dengan Bappenas. Bappenas juga sudah memasukkannya dalam  Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).

Tapi, untuk mengeksekusinya, tak cukup hanya dengan Bappenas dan butuh dukungan kementerian lain. "Ada kementerian-kementerian lain yang harus bersedia untuk memahami, atau mang-accept ini, ataukah Kementerian Perdagangan, Perindustrian, Keuangan, dan lain sebagainya," pungkas dia.


Sumber :
https://investor.id/business/5-tahun-ke-depan-biaya-logistik-ri-berpotensi-turun-45

No comments:

Post a Comment

Related Posts